Jumat, 22 Juli 2011

Arti serta makna warna aura

Pada manusia Aura dapat kita lihat menjadi TIGA bagian .

- Bagian pertama atau bagian yang paling dekat dengan permukaan tubuh yang seakan menyelimuti dan mengikuti lekuk tubuh secara tepat adalah Aura Kembaran kita.(atau disebut juga Aura kembaran Etheris).
Warna Aura ini kebanyakan berwarna gelap atau kadang agak kelabu.

- Lapisan Kedua terletak diatasnya atau diluarnya adalah Aura bagian dalam yang sedikit banyak mencermin kankeadaan kesehatan si pemilik tubuh tsb.

- Lapisan ketiga adalah lapisan diatasnya lagi atau dibagian luarnya lagi yang kita sebut Aura bagian luar ,yang sangat banyak terpengaruh oleh keadaan mental atau kebatinan orang ybs.

MERAH
 Jika seseorang pancaran auranya berwarna merah berarti ia dipenuhi sifat kuasa dan ego untuk mencapai kesuksesan.
 Warna merah ini sering tertahan dimasa kecil, dimana dari lingkungan keluarganya dipaksa untuk menyesuaikan diri dengan cita-cita keluarga, sehingga tampak keruh dan berantakan.
 Setelah beranjak dewasa dan mampu hidup mandiri, auranya akan meluas dan ia akan mampu melakukan apa yang seharusnya ia lakukan.
 Orang yang mempunyai warna latar aura merah, sifatnya suka memrintah, bertanggung jawab dan mempunyai sifat pemimpin.
 Mempunyai sifat kasih sayang dan sikap hangat kepada sesame.
 Merah juga menandakan sifat berani.
 Sifat negative dari warna merah adalah penggugup.


JINGGA
 Seseorang yang pancaran auranya berwarna jingga, maka ia mempunyai sifat kepedulian
 Mempunyai sifat alami kemampuan intuitif, bijaksana dan mudah bergaul
 Warna jingga mempunyai sifat sebagai juru damai, timbang rasa, praktis
 Sifat negatif warna jingga adalah, malas, tidak mampu dan tidak peduli


KUNING
 Seseorang yang pancaranya auranya berwarna kuning, mempunyai sifat yang antusias dan mengasyikan
 Berpikir dengan cepat dan menghibur orang lain
 Senang berkumpul, menikmati percakapan yang panjang
 Senang belajar tapi sifatnya hanya coba-coba sehingga pengetahuanya hanya sebatas kulitnya saja
 Warna kuning juga suka dengan gagasan dan berekspresi
 Sifat negative dari warna kuning adalah malu-malu dan suka berdusta


HIJAU
 Jika seseorang pancaran auranya berwarna hijau, maka ia mempunyai sifat sejuk dan damai dan ia juga berbakat untuk menjadi seorang penyembuh alami
 Sikapnya kooperatif, dapat dipercaya, dan murah hati
 Sifat hijau menyukai tantangan, bekerja tanpa kenal lelah, mudah dimintai tolong
 Sifat negatifnya bersifat kaku dalam memandang setiap persoalan


BIRU
 Seseorang yang pancaran auranya berwarna biru, orang tersebut secara alami mempunyai sifat positf dan antusias
 Warna biru biasanya berhati muda, tulus, jujur dan jika bertindak sesuai dengan pikirannya
 Mempunyai kebebasan, tidak suka dibatasi atau dilarang
 Menyukai perjalanan, menyaksikan tempat baru dan bertemu dengan orang-orang baru, bisa menutupi perasaan dan bisa menyimpan rahasia
 Sifat negatifnya kesulitan menyelesaikan tugas


NILA
 Sifatnya hangat, menyembuhkan dan mengasuh
 Senang memecahkan maslah, senang menolong
 Sifat negatifnya ketidakmampuan mengatakan “tidak” sehingga sering dimanfaatkan orang lain


UNGU
 Seseorang yang pancaran auranya berwarna ungu, maka ia menyukai kegiatan-kegiatan spiritual dan metafisika
 Sifat negatifnya merasa unggul dari yang lain


PERAK
 Mempunyai gagasan-gagasan besar, namun sebagian diantaranya tidak praktis
 Sering tidak mempunyai motivasi


EMAS
 mempunyai kemampuan menangani proyek-proyek dan mempunyai tanggung jawab dalam skala besar
 Mempunyai sifat kharismatik, pekerja keras, sabar
 Mencapai kesuksesan pada usia lanjut


MERAH JAMBU
 Mempunyai sifat yang tegas, keras kepala, cita-citanya tinggi dan mempunyai perencanaan
 Secara alami mereka mereka adalah orang-orang sederhana, tidak berlagak, senang menjalankan hidup dengan tenang


PUTIH
 Sifatnya tidak menonjolkan diri, sederhana, sangat manusiawi laksana orang-orang suci
 Tidak mempunyai sifat ego, lebih tertarik pada kesejahteraan orang lain
 Intuitif, bijaksana, idealis dan cinta damai


HITAM
 Bila seseorang pancaran auranya berwarna hitam, bisa diartikan orang tersebut diselubungi oleh kemisterian, karena orang ini sifatnya kadang terbuka dan kadang tertutup
 Warna hitam bisa diartikan mempunyai sifat yang tidak baik, culas artinya mempunyai maksud jelek terhadap oaring lain yang ditemuinya
 Jika warna hitam berkombinasi dengan warna merah, orang tersebut mempunyai sifat yang tidak baik dan jahat 


sumber : http://www.kaskus.us/showpost.php?p=305684168&postcount=2797

Dasa Paramita

Dasa Paramita, merupakan Sepuluh Pelaksanaan Mulia yang terdiri dari:

[1] Dana (Beramal, bermurah hati dengan menderma)
[2] Sila (Hidup dalam sila, bermoral baik)
[3] Nekkhama (menghindari diri dari nafsu indriya)
[4] Prajna (Kebijaksanaan, mengetahui sebab dan akibat, memahami keadaan dari sesuatu
berdasarkan kebenaran)
[5] Viriya (Berusaha dengan sekuat tenaga, tidak takut terhadap rintangan)
[6] Kshanti (Kesadaran dengan sabar menghadapi segala sesuatu, mampu mengendalikan
pikiran sehingga dia kelak terbebas dari kekotoran batin)
[7] Sacca (Kebenaran, yakni benar dalam perbuatan, perkataan dan pikiran)
[8] Adhitthana (Tekad yang mantap, memutuskan segala sesuatu dengan tepat sempurna,
dan berbuat sesuai pada waktunya)
[9] Metta (Cinta kasih tanpa keinginan memiliki, cinta kasih yang ditujukan terhadap semua
mahluk di 31 alam kehidupan tanpa membedakan bangsa, ras, agama, dan segala
perbedaan, merupakan cinta kasih yang sempurna)
[10] Upekkha (Batin yang tidak tergoyahkan, merupakan batin yang terarah pada
Kebenaran Hukum Kesunyataan (Dharma))

Untuk mencapai Bodhi, Bodhisattva selain melaksanakan dan menyempurnakan Paramita juga melaksanakan 37 faktor, Yang Merupakan Keseluruhan Ajaran Sang Buddha, Yang disebut dengan Bodhipakkhiyadhamma.

Sekarang, apakah 37 faktor, Yang Merupakan Keseluruhan Ajaran Sang Buddha, Yang disebut dengan Bodhipakkhiyadhamma itu? Itu adalah demikian:

[1] Empat Dasar Perhatian Benar (Satipatthana)
[2] Empat Usaha Benar (Sammapadhana)
[3] Empat Jalan Penguasaan atau Keberhasilan (Iddhipada)
[4] Lima indera (Indriya)
[5] Lima kekuatan mental (Bala)
[6] Tujuh faktor Penerangan Agung (Bojjhanga)
[7] Delapan Faktor Jalan Utama (Asta Ariya Atthangika Maggha)

Dengan menempuh dan menyempurnakan Dharma ini semua, Bodhisattva ini akan bergelar Mahasattva, mencapai Tingkatan Dasa Bhumi sebagai Megha Dharma sampai akhirnya mencapai Anuttara SamyakSamBuddha. Demikianlah Mahayana yang telah ditunjukkan dan telah dibuktikan sendiri oleh Sang Tathagata. Mahayana merupakan Yana Tunggal yang menjadi alasan utama kemunculan Para Tathagata, yakni mengajar Para Bodhisattva dan memang demikianlah adanya, sebab kata-kata Tathagata adalah murni dan tiada dusta.

sumber : http://www.kaskus.us/showpost.php?p=450485375&postcount=9396

Empat Jenis Kamma Berdasarkan Waktu Munculnya Akibat (vipaka) yang Dihasilkan

1. Ditthadhamma vedaniya Kamma yaitu Kamma yang menghasilkan akibat (vipaka) segera mungkin pada waktu kehidupan sekarang. Kamma ini terbagi 2 macam, yaitu :
• Kamma yang memberikan hasil dalam kehidupan sekarang ini, termasuk yang sudah masak betul atau disebut dengan Paripakka Dittha Dhamma vedaniya Kamma. Contoh : Seorang miskin bernama Punna yang memberikan dana makanan kepada Y A Sariputta Maha Thera menjadi kaya-raya dalam waktu tujuh hari setelah berdana.
• Kamma yang memberikan hasil setelah lewat tujuh hari atau disebut dengan Aparipakka Dittha Dhammavedaniya. Contoh : Jika berbuat kebaikan atau kejahatan dalam usia muda, akan dipetik hasil dalam usia muda atau usia tua dalam kehidupan sekarang ini juga.

2. Upajja vedaniya Kamma yaitu Kamma yang menghasilkan akibat (vipaka) pada kehidupan berikutnya yaitu satu kehidupan setelah kehidupan sekarang.

3. Aparapariya vedaniya Kamma yaitu Kamma yang menghasilkan akibat (vipaka) pada kehidupan berikutnya secara berturut-turut.

4. Ahosi Kamma yaitu Kamma yang tidak lagi atau tidak akan memiliki kekuatan untuk menghasilkan akibat (kadaluwarsa). Ahosi Kamma terbentuk ketika kekuatan suatu perbuatan (kamma) terhalangi oleh kekuatan perbuatan (kamma) lain yang sangat besar. Selain itu Ahosi Kamma terbentuk jika tidak adanya kondisi-kondisi pendukung yang dibutuhkan untuk kamma itu berbuah, sehingga kamma tersebut tidak menghasilkan akibat (vipaka).

sumber : http://www.kaskus.us/showpost.php?p=450481813&postcount=9394

KAMMA (Perbuatan)

Kamma (bahasa Pali) atau Karma (bahasa Sanskerta) berarti perbuatan atau aksi. Guru Buddha dalam Nibbedhika Sutta; Anguttara Nikaya 6.63 menjelaskan secara jelas arti dari kamma:

”Para bhikkhu, cetana (kehendak)lah yang kunyatakan sebagai kamma. Setelah berkehendak, orang melakukan suatu tindakan lewat tubuh, ucapan atau pikiran.”

Jadi, kamma berarti semua jenis kehendak (cetana), perbuatan yang baik maupun buruk/jahat, yang dilakukan oleh jasmani (kaya), perkataan (vaci) dan pikiran (mano), yang baik (kusala) maupun yang jahat (akusala).

Kamma atau sering disebut sebagai Hukum Kamma merupakan salah satu hukum alam yang berkerja berdasarkan prinsip sebab akibat. Selama suatu makhluk berkehendak, melakukan kamma (perbuatan) sebagai sebab maka akan menimbulkan akibat atau hasil. Akibat atau hasil yang ditimbulkan dari kamma disebut sebagai Kamma Vipaka.

Dalam Samuddaka Sutta; Samyutta Nikaya 11.10 {S 1.227} , Guru Buddha menjelaskan cara bekerjanya kamma :

"Sesuai dengan benih yang di tabur, begitulah buah yang akan dipetiknya. Pembuat kebajikan akan mendapatkan kebaikan, pembuat kejahatan akan memetik kejahatan pula. Taburlah biji-biji benih dan engkau pulalah yang akan merasakan buah dari padanya".



Dua Jenis Kamma Berdasarkan Sifatnya
Ada dua jenis kamma (perbuatan) berdasarkan sifatnya, yaitu:

1. Kamma Buruk/Jahat (perbuatan buruk/jahat) atau disebut dengan Akusala Kamma.
yaitu, kamma (perbuatan) yang didasari oleh pikiran yang diliputi oleh dosa (kebencian), lobha (keserakahan), dan moha (kebodohan batin). Contoh: membunuh, mencuri, berbohong, mabuk-mabukan, dan sebagainya.

2. Kamma Baik (perbuatan baik) atau disebut dengan Kusala Kamma.
yaitu, kamma (perbuatan) yang didasari oleh pikiran yang diliputi oleh adosa (ketidakbencian), alobha (ketidakserakahan), dan amoha (ketidakbodohan batin). Contoh: berdana, menolong makhluk yang kesukaran, berkata jujur, bermeditasi, dan sebagainya.

sumber : http://www.kaskus.us/showpost.php?p=450480755&postcount=9393

TUJUH KEKAYAAN ARYA (SUCI)

Tujuh kekayaan suci merupakan 7 cara suci untuk mencapai ke Buddhaan.
Menurut Dhammapada,ada 7 macam kekayaan spiritual , yang disebut juga sebagai kekayaan Para Arya.

1.Saddha / Keyakinan -menurut Avatamsaka Sutra :
Keyakinan merupakan ibu dari pahala jalan keBuddhaan, selalu memelihara kelangsungan semua akar kebajikan
Keyakinan adalah dasar dari semua perbuatan bajik, bila diri kita bisa timbul keyakinan/ saddha pada Buddha Dharma, maka dengan alamiah kita akan menjalankan kebajikan sesuai Dharma, dengan alamiah akan menemukan tujuan sejati hidup manusia, sampai memperoleh manfaat yang tiada taranya.

2.Pengetahuan
Seorang Buddhist harus memperoleh pengetahuan mengenai Dharma barulah mampu menapaki jalan ke Buddhaan, inilah yang disebut dengan "banyak belajar, mendengar dan berpengetahuan kemudian tekun berlatih dan memasuki samadhi." Maka langkah pertama sebagai dasar Buddhism kita harus banyak belajar. Namun mempelajari Dharma tidak boleh dengan kesombongan, mengejar hasil kesaktian, pandangan menyimpang, terlebih pikiran melantur. Harus dengan tulus, menghormati, dengan hati tulus mendengar Dharma, barulah bisa berguna. Sedangkan mempelajari Dharma intinya adalah mempelajari sesuatu yang dapat bermanfaat untuk menyucikan hati dan membawa kita pada pencapaian, jadi bukan berarti hanya memenuhi otak dengan teori.

3.Ketekunan
Apapun yang bermanfaat bagi orang lain, hendaknya dilakukan dengan tekun, inilah ketekunan. Dalam Sutra dikatakan " Bila bermalasan di rumah, akan kehilangan segala manfaat duniawi. Bila bermalasan saat jadi biksu, akan kehilangan Mustika Dharma"
Kemalasan adalah penyakit berat kehidupan manusia, hanya bisa diobati dengan ketekunan.

4.Menjalankan Sila
Sila adalah semacam rambu-rambu suatu perbuatan, juga bagaikan rel sebuah kereta, dapat membimbing batin kita berjalanan dalam moralitas , menuju NIrvana pembebasan.

5.Tahu Malu
Sadar diri dan tidak melakukan kejahatan,malu bila timbul pikiran tidak baik. Malu atas ketidak tahuan diri, ketidak mampuan, ketidak lengkapan, kekotoran, moral, serta sifat.

6.Dana
Memberikan milik sendiri pada pihak lain. Termasuk juga dana materi dan dana spiritual. Serta dana abhaya (memberi perlindungan)

7.Samadhi dan Panna
Berkonsentrasi supaya batin tidak tercerai, mengamati segala sesuatu dengan jelas demi memperoleh samadhi dan Panna. Samadhi adalah tubuh dari Panna, sedangkan Panna adalah dihasilkan dari samadhi. Keduanya bagai pelita dengan sinarnya.



Memiliki keyakinan pada Buddha Damma adalah harta kekayaan!sedangkan kekayaan dunia akan ada batasnya, ada masa pasang surutnya suatu hari nanti.... Namun Harta Arya ini selamanya tidak akan musnah. Maka bila kita mengejar kekayaan juga harus mengejar kekayaan Arya ini.

Nammo Tassa Bhagavato Arahata Sammasambuddhassa

sumber : http://www.kaskus.us/showpost.php?p=452383743&postcount=9480

Kekuatan Batin Sang Buddha

Banyak dari siswa Sang Buddha yang memiliki 6 kekuatan batin tersebut. Sang Buddha sendiri juga memiliki keenam Abhinna tersebut secara lengkap dan sempurna, tetapi tentunya bukan hanya itu saja. Sang Buddha juga memiliki 10 rangkaian Pandangan Terang dari Tathagata (Dasabala Buddha), sebagai berikut:

1. Beliau mengetahui apa yang mungkin sebagai mungkin, dan yang tidak mungkin sebagai tidak mungkin. Misalnya beliau mengetahui bahwa tidak mungkin Sankhara itu kekal (permanen), dan tidak mungkin bahwa yang telah lahir tidak akan mati..
2. Beliau mengetahui dengan benar masaknya buah karma dari yang lampau, yang sekarang dan yang akan datang, apa yang bakal terjadi dan apa penyebabnya.

3. Beliau mengetahui dengan benar ke alam kehidupan yang mana cara hidup tertentu menuju, misalnya perilaku tertentu menuju neraka, perilaku lain akan mengakibatkan kelahiran di alam binatang dan sebagainya.
4. Beliau mengetahui sifat dan unsur-unsur dari alam semesta
5. Beliau mengetahui berbagai tingkat perkembangan dari individu
6. Beliau mengetahui karakter dan kemampuan dari individu
7. Beliau mengetahui pencapaian pandangan terang dan Jhana, juga kemundurannya
8. Beliau mengetahui kelahiran kelahiran yang lampau dari makhluk makhluk
9. Beliau mengetahui kematian dan kelahiran kembali makhluk sesuai dengan karmanya.
10. Beliau memiliki pandangan terang untuk menghancurkan kekotoran batin seketika dan untuk selamanya.

Inilah kesepuluh kekuatan dari kebajikan Sang Buddha yang berupa Pandangan Terang yang menempatkan Beliau sebagai pemimpin dunia dan pemutar roda Dhamma. Di samping itu masih ada lagi kemampuan khusus dari Sang Buddha, sebagai berikut:

1. Indriya-Paro-Pariyatti-Nana: mengetahui tingkat perkembangan Saddha (keyakinan), Viriya (semangat/kegigihan), Sati (kesadaran penuh), Samadhi (konsentrasi), dan Panna (kebijaksanaan / pandangan terang) dari seseorang sehingga Sang Buddha bisa memberikan kotbah yang sesuai.
2. Asaya-Anusaya-Nana: menemukan kecenderungan atau bakat lampau terpendam dalam diri seseorang.
3. Anavarama-Nana: Pandangan yang tak terhalangi
4. Sabbannuta-Nana: Dengan kemahatahuan ini, Sang Buddha mengetahui semua tentang lima hal:
- Sankhara, bagaimana Terbentuknya
-Vikara, bagaimana lenyapnya
- Nibbana
- Lakkhanabagaimana corak universal anicca, dukkha, anatta (ketidakkekalan, penderitaan, dan tanpa diri)
- Pragnapti, semua tentang kebenaran konvensional, seperti: konsep orang,makhluk, kursi, gunung, dan seterusnya.
5. Maha-Karuna-Nana : Beliau mempunyai kasih sayang yang universal.
6. Yamaka-Patiaraya-Nana: Sang Buddha memiliki 5 Cakkhu (mata)
- Mansa-Cakkhu atau mata jasmani biasa yang dapat melihat benda sangat kecil dari jarak yang sangat jauh.
- Dibba-Cakkhu atau mata batin yang dapat melihat bagaimana makhluk lahir dan mati (disebut juga Catupapata-nana)
- Buddha-Cakkhu atau mata Buddha. Ini adalah gabungan dari Indriya-Paro-Pariyatti-Nana dan Asaya-Anusaya-Nana
- Panna-Cakkhu atau mata kebijaksanaan. Ini adalah Vipassana-Nana
- Samanta-Cakkhu atau mata pengetahuan tanpa batas. Ini adalah Sabbannuta-nana.

Di luar itu semua masih ada lagi 18 faktor luar biasa dalam diri Sammasambuddha (18 avenikadharma), yaitu:

1. Setiap Buddha memiliki pengetahuan yang tak terhalangi akan masa lampau.
2. Setiap Buddha memiliki pengetahuan yang tak terhalangi akan masa sekarang
3. Setiap Buddha memiliki pandangan terang yang tak terhalangi akan masa yang akan datang
4. Semua perbuatan jasmani dari Sang Buddha didahului oleh pandangan terang
5. Semua ucapan dari Sang Buddha didahului oleh pandangan terang
6. Semua kegiatan pikiran Sang Buddha didahului oleh pandangan terang
7. Tidak ada apapun yang dapat menentang kehendak Sang Buddha
8. Tidak ada yang dapat merintangi pencapaian konsentrasi dari Sang Buddha
9. Tidak ada yang dapat merintangi pengetahuan Sang Buddha melalui pandangan terang
10. Tidak ada yang dapat merintangi Kebebasan Sang Buddha
11. Tidak ada yang dapat menghalangi upaya Sang Buddha
12. Tidak ada yang dapat menghalangi Sang Buddha dalam mengajarkan Dhamma
13. Tidak ada unsur kelengahan ataupun sifat main-main dalam diri Sang Buddha
14. Sang Buddha tidak berisik
15. Sang Buddha tidak menunjukkan reaksi jasmani sehubungan perasaan gembira
16. Sang Buddha tidak pernah terburu-buru dalam setiap tindak tanduknya, selalu tenang dan terkontrol.
17. Sang Buddha tidak terlibat dengan kegiatan yang tidak berguna
18. Sang Buddha tidak pernah bersikap tidak peduli yang didasarkan kegelapan batin.

Demikianlah daftar kekuatan Sang Buddha Gotama yang tentunya juga merupakan daftar kekuatan standar bagi setiap Sammasambuddha dari segala masa.

sumber : http://www.kaskus.us/showpost.php?p=458498790&postcount=9734

Kekuatan Batin

Pada tingkatan intelektual, kita mengenal yang namanya kekuatan sugesti, kekuatan doa, kekuatan tekad atau kemauan dan sebagainya yang semuanya tidak dibahas pada kesempatan ini. Kemudian pada tingkat batin yang lebih dalam ada kekuatan batin lain yang jauh lebih canggih seperti yang dikenal dalam literatur Buddhis, ada enam kekuatan batin (Abhinana), yaitu:

1. Kemampuan untuk mengingat tumimbal lahir yang lampau (Pubbenivasanussati nana)
2. Mata batin yang mampu melihat berbagai alam halus dan melihat muncul dan lenyapnya makhluk yang bertumimbal lahir sesuai kammanya masing masing (Dibbacakkhunana)
3. Kemampuan untuk membasmi Asava atau kekotoran batin (Asavakkhaya nana)
4. Kemampuan untuk membaca pikiran makhluk lain (Cetopariya nana)
5. Telinga batin yang mampu untuk mendengar suara dari makhluk makhluk di alam setan, alam asura, alam neraka, alam dewa dan alam brahma (Dibbasota nana)
6. Kemampuan "magis" yang terdiri dari:
- Kemampuan mengubah tubuh sendiri dari satu menjadi banyak dan dari banyak menjadi satu, yang dilakukan dengan kekuatan kehendak (Adhitthana-iddhi)
- Kemampuan untuk menyalin rupa menjadi rupa lain misalnya menjadi anak kecil, menjadi raksasa, juga membuat diri menjadi tak tampak (Vikubbhana-iddhi)
- Kemampuan mencipta dengan kekuatan pikiran, misalnya: menciptakan harimau, singa, pohon, dewa dewi dan lainnya. (Manomaya-iddhi)
- Kemampuan pengetahuan menembus Ajaran (Nanavipphara-iddhi)
- Konsentrasi tingkat lebih jauh (Samadhivipphara-iddhi) yang memiliki:
* kemampuan menembus dinding, tanah, dan gunung
* kemampuan menyelam ke dalam bumi bagaikan ke dalam air
* kemampuan berjalan di atas air
* kemampuan melawan api
* kemampuan terbang di angkasa

Asavakkhaya-nana disebut sebagai Lokuttara-abhinna (melampaui duniawi), sedangkan kelima nana lainnya disebut Lokiya-abhinna. Orang yang dapat memiliki keenam Abhinana (kekuatan batin) tersebut secara lengkap harus mempunyai syarat-syarat tertentu yaitu mempunyai Samapatti 8 (Rupajhana 4 dan Arupajhana 4), juga harus mahir dalam Jhana. Tentunya ada juga orang-orang lain yang tidak memenuhi syarat itu tetapi tetap dapat memiliki satu atau beberapa dari keenam kekuatan batin itu ataupun juga berbagai variasi ilmu dan modifikasi bentuk dari kekuatan batin tersebut dalam berbagai tingkat kemahiran. Tentunya dengan dukungan dari benih karma lampau yang sesuai dan dengan ditunjang intensitas latihan yang memadai dan terarah.

sumber : http://www.kaskus.us/showpost.php?p=458497388&postcount=9733

Jalan Mulia Berunsur Delapan

Jalan Mulia Berunsur Delapan (Ariya Atthangiko Magga) 
terdiri dari:

Pengertian Benar (Sammã Ditthi)
Pengertian Benar adalah pengetahuan yang disertai dengan pengertian terhadap Empat Kesunyataan Mulia (dukkha, asal mula dukkha, lenyapnya dukkha, dan jalan untuk melenyapkan dukkha).

Pikiran Benar (Sammã Sankappa)

Pikiran Benar adalah pikiran yang bebas dari hawa nafsu (raga), kemauan buruk (byapada), kekejaman (vihimsa), dan semacamnya.

Ucapan Benar (Sammã Vãca)
Ucapan Benar adalah berusaha menahan diri dari berbohong (musãvãdã), memfitnah (pisunãvãcã), berucap kasar/caci maki (pharusavãcã), dan percakapan-percakapan yang tidak bermanfaat/pergunjingan (samphappalãpã).

Perbuatan Benar (Sammã Kammantã)

Perbuatan Benar adalah berusaha menahan diri dari pembunuhan, pencurian, perbuatan asusila, perkataan tidak benar, dan penggunaan cairan atau obat-obatan yang menimbulkan ketagihan dan melemahkan kesadaran.

Penghidupan Benar (Sammã Ãjiva)
Penghidupan Benar berarti menghindarkan diri dari bermata pencaharian yang menyebabkan kerugian atau penderitaan makhluk lain. "Terdapat lima objek perdagangan yang seharusnya dihindari, yaitu: makhluk hidup, senjata, daging, minum-minuman keras, dan racun" (Anguttara Nikaya, III, 153).

Usaha Benar (Sammã Vãyama)

Usaha Benar dapat diwujudkan dalam empat bentuk tindakan, yaitu: berusaha mencegah munculnya kejahatan baru berusaha menghancurkan kejahatan yang sudah ada berusaha mengembangkan kebaikan yang belum muncul berusaha memajukan kebaikan yang telah ada.

Perhatian Benar (Sammã Sati)
Perhatian Benar dapat diwujudkan dalam empat bentuk tindakan, yaitu:
perhatian penuh terhadap badan jasmani (kãyãnupassanã)
perhatian penuh terhadap perasaan (vedanãnupassanã)
perhatian penuh terhadap pikiran (cittanupassanã)
perhatian penuh terhadap mental/batin (dhammanupassanã)
Keempat bentuk tindakan tersebut bisa disebut sebagai Vipassanã Bhãvanã.

Konsentrasi Benar (Sammã Samãdhi)
Konsentrasi Benar berarti pemusatan pikiran pada obyek yang tepat sehingga batin mencapai suatu keadaan yang lebih tinggi dan lebih dalam. Cara ini disebut dengan Samatha Bhãvanã. Tingkatan-tingkatan konsentrasi dalam pemusatan pemikiran tersebut dapat digambarkan dalam empat proses pencapaian Jhana, yaitu:
Bebas dari nafsu-nafsu indria dan pikiran jahat, ia memasuki dan berdiam dalam Jhãna pertama, di mana vitakka (penempatan pikiran pada objek) dan vicãra (mempertahankan pikiran pada objek) masih ada, yang disertai dengan kegiuran dan kesenagan (piti dan sukha).
Dengan menghilangkan vitakka dan vicara, ia memasuki dan berdiam dalam Jhãna kedua, yang merupakan ketenangan batin, bebas dari vitakka dan vicãra, memiliki kegiuran (piti) dan kesenangan (sukha) yang timbul dari konsentrasi.
Dengan meninggalkan kegiuran, ia berdiam dalam ketenangan, penuh perhatian dan sadar, dan merasakan tubuhnya dalam keadaan senang. Dia masuk dan berdiam dalam Jhãna ketiga.
Dengan meninggalkan kesenangan dan kesedihan, dia memasuki dan berdiam dalam Jhãna keempat, keadaan yang benar-benar tenang dan penuh kesadaran di mana kesenangan dan kesedihan tidak dapat muncul dalam dirinya. 


sumber : http://www.kaskus.us/showpost.php?p=369697461&postcount=5684

Syarat memasuki jalan Bodhisatva

Harus menyatakan tekadnya di depan seorang "Buddha" dan, ia haruslah

Seorang yang ingin mengendarai Mahayana menjadi Bodhisattva harus memenuhi delapan syarat sebelum melakukan Pernyataan Abhiniharakarana. Apakah delapan syarat itu? Dalam Buddhavamsa Atthakatha ii, 59 dan 75, demikianlah delapan syarat tersebut;
[1] Dia adalah seorang manusia,
[2] Dia adalah laki-laki,
[3] mempunyai kemampuan untuk menjadi Arhantah pada kehidupan itu juga,
[4] sebagai Pertapa pada waktu melakukan Pernyataan Abhiniharakarana,
[5] Dia harus menyatakan Pernyataan Abhiniharakarana nya didepan SamyakSamBuddha,
[6] Dia harus mencapai tingkat-tingkat Jhana,
[7] Dia bersedia mengorbankan segala sesuatu termasuk dirinya sendiri,
[8] Pernyataan Abhiniharakarana nya adalah Teguh dan Tidak Tergoyahkan.

Bodhisattva berjuang untuk mencapai Anuttara SamyakSamBuddha dengan cara menyempurnakan Sad Paramita dan Dasa Paramita. Sekarang, apakah Sad Paramita dan Dasa Paramita itu?

Demikianlah Sad Paramita, Enam Pelaksanaan Mulia yang terdiri dari:
[1] Dana (Memberikan suatu persembahan)
[2] Sila (aturan moralitas)
[3] Kshanti (Kesabaran)
[4] Viriya (Semangat)
[5] Dhyana (Samadhi)
[6] Prajna (Kebijaksanaan)

sumber : http://www.kaskus.us/showpost.php?p=355370602&postcount=4815

Kenalilah Bodhisattva

oleh: Tim Rohani KMBUI XV

Begitu banyak Bodhisattva yang kita puja. Namun, akan lebih baik kita mengenal lebih dekat siapa mereka. Pada kesempatan ini, penulis ingin memberikan informasi tentang beberapa Bodhisattva yang mungkin kita puja, tetapi kita masih kurang jelas tentang mereka. Di dalam ajaran Buddha, Bodhisattva (Pali: Bodhisatta) adalah seseorang yang mendedikasikan hidupnya untuk mencapai pencerahan. Dari asal katanya, Bodhi berarti “pencerahan” dan Sattva berarti “menjadi”, dan dapat juga merujuk pada Buddha dalam kehidupan lampaunya. Dalam tradisi Mahayana, Bodhisattva akan berusaha menjadi Buddha agar memiliki kemampuan terbaik untuk menolong semua makhluk. Begitu banyaknya jumlah Bodhisattva, berikut ini hanya beberapa contoh Bodhisattva yang pada umumnya kita puja:

1. Akasagarbha Bodhisattva (虛空藏菩薩 :Xūkōngzàng púsà), adalah salah satu dari delapan Bodhisattva besar. Mantranya: Namo Akasagarbhaya om ārya kamari mauli svāhā. Mantra ini dipercaya dapat meningkatkan kebijaksanaan bagi mereka yang membacanya.

2. Avalokitesvara atau Chenrezig (觀音 :Guānyīn), adalah Bodhisattva yang mewakili welas aih para Buddha. Dilihat dari asal katanya, Avalokota (tertampak) dan Isvara (Tuhan) dan dalam bahasa Mandari diterjemahkan sebagai Bodhisattva yang melihat dan mendengar suara dunia. Mantranya: Om Mani Padme Hum. Avalokitesvara berikrar tidak akan pernah istirahat sampai semua makhluk bebas dari samsara.

3. Mahasthamaprapta (大勢至 Da Shì Zhì), adalah Bodhisattva yang melambangkan kekuatan kebijaksanaan dan sering digambarkan bersama Avalokitesvara dan Amitabha. Tidak seperti Bodhisattva lainnya, nama Bodhisattva ini umumnya kurang dikenal. Dalam Shurangama Sutra, Mahasthamaprapta menceritakan bagaimana Beliau mendapatkan pencerahan melalui pelafalan Buddha, atau kesadaran murni terhadap Buddha secara berlanjut, untuk mencapai Samadhi.

4. Ksitigarbha (地藏王菩薩: Dìzàng Wáng Púsà), dapat diterjemahkan sebagai “Bumi tempat menyimpan ke-sepuluh sutra). Ksitigarbha sering digambarkan dengan mahkota yang terdapat Dhyani Buddha dan memgang tongkat. Bodhisattva ini memiliki ikrar, sebagai berikut: “Jika neraka tidak kosong, maka tidak akan menjadi Buddha.”

5. Maitreya, adalah Buddha yang akan datang, yang akan muncul di dunia, mencapai pencerahan, dan mengajarkan Dharma. Maitreya diturunkan dari kata maîtri, yang berarti cinta kasih. Bhiksu Pu Tai, yang hidup pada zaman Dinasti Tang. Mantranya: Om maitri maitreya maha karuna ye.

6. Manjusri (文殊師利菩薩: Wénshūshili Púsà), adalah dikenal sebagai Pangeran Dharma. Beliau mewakili kebijaksanaan, intelejensi, dan realisasi. Beliau juga disebut Manjughosa. Beliau digambarkan memegang pedang di tangan kanan yang melambangkan realisasi kebijaksanaan dan menolak pandangan salah. Mantranya: Om Ah Ra Pa Tsa Na Dhih, dipercaya memperkuat kebijaksanaan dan meningkatkan keahlian mengingat, berdebat, menulis, dan menjelaskan.

7. Samantabhadra (普賢菩薩: Pŭxián púsà), adalah Raja Kebenaran yang melambangkan praktek dan meditasi semua Buddha. Di dalam Avatamsaka Sutra, dijelaskan bahwa Beliau membuat sepuluh ikrar yang menjadi dasar praktek Bodhisattva.

8. Vajrapani (permata di tangan), adalah salah satu dari Bodhisattva terawal di tradisi Mahayana. Beliau adalah pelindung dan pemandu Buddha, melambangkan kekuatan Buddha. Vajrapani menjadi salah satu dari tiga sifat Buddha, yaitu melambangkan kekuatan. Selain itu, terdapat Avalokitesvara yang melambangkan welas asih dan Manjusri yang melambangkan kebijaksanaan.

9. Tara atau Arya Tara (Tibetan: Jetsun Dolma), umumnya leboh dikenal dalam Budhisme Tibetan. Beliau adalah ibu pembebas dan melambangkan kesuksesan dalam aktivitas dan pencapaian. Tara memiliki berbagai bentuk seperti: Tara Hijau, Putih, Merah, Hitam, Kuning, Biru, Cittamani, dan Khadiravani. Mantra Tara: Om Tare Tu Tare Ture Svaha

10. Skanda Bodhisattva, (韋馱菩薩; Wei Tuo Pu Sa), sebagai Bodhisattva yang dihormati sebagai penjaga Dharma di monastery. Beliau adalah satu dari dua puluh empat Bodhisattva penjaga. Dalam sutra Cina, biasanya gambar Bodhisattva ini ditemukan di akhir, mengingat ikrarnya untuk melindungi Dharma.

11. Sangharama Bodhisattva (伽藍菩薩: Qíelán Púsà), dihormati sebagai Bodhisattva dan pelindung Dharma. Beliau adalah penjaga vihara dan rupangnya berada di sebelah kiri, berlawanan dengan Skanda Bodhisattva yang berada di kanan.

Selain di atas, masih banyak lagi nama-nama Bodhisattva yang dipuja dan dihormati. Namun, sesungguhnya kita perlu menyadari bahwa selain melakukan pemujaan, kita harus meneladani sifat-sifat Mereka. Kita menjadikan Mereka figur, berjuang tanpa henti untuk menjadi seperti Mereka demi menolong semua makhluk bebas dari lautan penderitaan menuju ke pantai seberang.

Dedikasi:
“Semoga lenyaplah tiga kumpulan karma buruk yang menjengkelkan”
“Semoga memperoleh kebijaksanaan dan kesadaran yang nyata”
“Semoga semua hambatan dan karma buruk lenyap”
“Semoga senantiasa hidup melaksanakan Jalan Bodhisattva”

sumber : http://www.kaskus.us/showpost.php?p=350297855&postcount=4464

3 Jalan Bodhisattva

Bodhisattva ada 3 jalan;

Bodhisattva adalah Mahluk yang bercita-cita dan melaksanakan Dharma Niyoga Tertinggi untuk mencapai Anuttara SamyakSamBuddha dengan mengendarai Mahayana.

Dalam Sutanta Pitake, Samyutta Nikaya Atthakatha i. 47, Bodhisattva digolongkan dalam tiga kelompok, yaitu:

[1]Prajnadhika Bodhisattva yakni Bodhisattva yang memiliki dan mengandalkan Prajna (Kebijaksanaan) yang kuat. Untuk berhasil mencapai Anuttara SamyakSamBuddha, Pannadhika Bodhisattva harus melaksanakan dan menyempurnakan Paramita sekurang-kurangnya selama Empat Asamkhyeya dan seratus ribu Kalpa.

[2]Sraddhadhika Bodhisattva yakni Bodhisattva yang memiliki dan mengandalkan Sraddha (Keyakinan) yang kuat. Untuk berhasil mencapai Anuttara SamyakSamBuddha, Sraddhadhika Bodhisattva harus melaksanakan dan menyempurnakan Paramita sekurang-kurangnya selama Delapan Asamkhyeya dan seratus ribu Kalpa.

[3]Viriyadhika Bodhisattva yakni Bodhisattva yang memiliki dan mengandalkan Viriya (Semangat) yang kuat. Untuk berhasil mencapai Anuttara SamyakSamBuddha, Viriyadhika Bodhisattva harus melaksanakan dan menyempurnakan Paramita sekurang-kurangnya selama Enam Belas Asamkhyeya dan seratus ribu Kalpa.

Saat pertama sekali mengendarai Mahayana, Bodhisattva mengawali perjuangannya menuju ke Nirvana sejati dengan membuat Pernyataan Abhiniharakarana atau Mulapanidhana didepan Seorang SamyakSamBuddha demi kesejahteraan dan kebebasan semua mahluk pada masa yang akan datang. Abhiniharakarana didahului oleh suatu masa ketika Bodhisattva melaksanakan manopanidhi (Pernyataan tekad keinginan untuk mencapai Anuttara SamyakSamBuddha tanpa menyatakannya kepada orang lain).

Seorang yang ingin mengendarai Mahayana menjadi Bodhisattva harus memenuhi delapan syarat sebelum melakukan Pernyataan Abhiniharakarana. Apakah delapan syarat itu? Dalam Buddhavamsa Atthakatha ii, 59 dan 75, demikianlah delapan syarat tersebut;
[1] Dia adalah seorang manusia,
[2] Dia adalah laki-laki,
[3] mempunyai kemampuan untuk menjadi Arhantah pada kehidupan itu juga,
[4] sebagai Pertapa pada waktu melakukan Pernyataan Abhiniharakarana,
[5] Dia harus menyatakan Pernyataan Abhiniharakarana nya didepan SamyakSamBuddha,
[6] Dia harus mencapai tingkat-tingkat Jhana,
[7] Dia bersedia mengorbankan segala sesuatu termasuk dirinya sendiri,
[8] Pernyataan Abhiniharakarana nya adalah Teguh dan Tidak Tergoyahkan.

Bodhisattva berjuang untuk mencapai Anuttara SamyakSamBuddha dengan cara menyempurnakan Sad Paramita dan Dasa Paramita. Sekarang, apakah Sad Paramita dan Dasa Paramita itu?

Demikianlah Sad Paramita, Enam Pelaksanaan Mulia yang terdiri dari:
[1] Dana (Memberikan suatu persembahan)
[2] Sila (aturan moralitas)
[3] Kshanti (Kesabaran)
[4] Viriya (Semangat)
[5] Dhyana (Samadhi)
[6] Prajna (Kebijaksanaan)


Dasa Paramita, merupakan Sepuluh Pelaksanaan Mulia yang terdiri dari:

[1] Dana (Beramal, bermurah hati dengan menderma)
[2] Sila (Hidup dalam sila, bermoral baik)
[3] Nekkhama (menghindari diri dari nafsu indriya)
[4] Prajna (Kebijaksanaan, mengetahui sebab dan akibat, memahami keadaan dari sesuatu
berdasarkan kebenaran)
[5] Viriya (Berusaha dengan sekuat tenaga, tidak takut terhadap rintangan)
[6] Kshanti (Kesadaran dengan sabar menghadapi segala sesuatu, mampu mengendalikan
pikiran sehingga dia kelak terbebas dari kekotoran batin)
[7] Sacca (Kebenaran, yakni benar dalam perbuatan, perkataan dan pikiran)
[8] Adhitthana (Tekad yang mantap, memutuskan segala sesuatu dengan tepat sempurna,
dan berbuat sesuai pada waktunya)
[9] Metta (Cinta kasih tanpa keinginan memiliki, cinta kasih yang ditujukan terhadap semua
mahluk di 31 alam kehidupan tanpa membedakan bangsa, ras, agama, dan segala
perbedaan, merupakan cinta kasih yang sempurna)
[10] Upekkha (Batin yang tidak tergoyahkan, merupakan batin yang terarah pada
Kebenaran Hukum Kesunyataan (Dharma))

Untuk mencapai Bodhi, Bodhisattva selain melaksanakan dan menyempurnakan Paramita juga melaksanakan 37 faktor, Yang Merupakan Keseluruhan Ajaran Sang Buddha, Yang disebut dengan Bodhipakkhiyadhamma.

Sekarang, apakah 37 faktor, Yang Merupakan Keseluruhan Ajaran Sang Buddha, Yang disebut dengan Bodhipakkhiyadhamma itu? Itu adalah demikian:

[1] Empat Dasar Perhatian Benar (Satipatthana)
[2] Empat Usaha Benar (Sammapadhana)
[3] Empat Jalan Penguasaan atau Keberhasilan (Iddhipada)
[4] Lima indera (Indriya)
[5] Lima kekuatan mental (Bala)
[6] Tujuh faktor Penerangan Agung (Bojjhanga)
[7] Delapan Faktor Jalan Utama (Asta Ariya Atthangika Maggha)

Dengan menempuh dan menyempurnakan Dharma ini semua, Bodhisattva ini akan bergelar Mahasattva, mencapai Tingkatan Dasa Bhumi sebagai Megha Dharma sampai akhirnya mencapai Anuttara SamyakSamBuddha. Demikianlah Mahayana yang telah ditunjukkan dan telah dibuktikan sendiri oleh Sang Tathagata. Mahayana merupakan Yana Tunggal yang menjadi alasan utama kemunculan Para Tathagata, yakni mengajar Para Bodhisattva dan memang demikianlah adanya, sebab kata-kata Tathagata adalah murni dan tiada dusta.

dan dalam menjalankan paramittanya saya membaginya menjadi 32 level
bodhisattva, di sesuaikan dengan tanda-tanda agung, yang ada pada para
buddha dan mahasattva,

setelah mempunyai 32 tanda seorang bodhisattva menjadi Mahasattva level 1
sebagai perbandingan buddha sakyamuni di level 11 (sammasambuddha)

devi kwan Im di level 9, mahasattva,





sumber : http://www.kaskus.us/showpost.php?p=319386810&postcount=3343

apa saja pelanggaran Berat untuk seorang Boddhisatva?

Sila Boshisattva
6 Pelanggaran Berat

1. Membunuh

Para umat yang mendalami Buddhadharma dan sebagai upasaka-upasikasadhaka wanita perumah tangga yang menjalani sila, sekalipun demi mendukung kebahagiaan nyawa dan jasmani, nyawa sekecil semut pun, tidak pula diperkenankan sembarang dibunuh. Terutama bagi yang telah menerima sila, bila menyuruh orang lain melenyapkan nyawa makhluk hidup, atau sendiri yang melakukan pembunuhan, orang demikian sudah kehilangan makna menaati Bodhisattva Sila, meskipun tekun bersadhana, tidak akan pula memperoleh keberhasilan tahap awal, apalagi sampai mencapai Sotopanna, terlebih-lebih Anagami. Orang demikian dinamakan upasaka-sika yang melanggar sila, juga dinamakan upasaka-sika yang kotor, atau upasaka-sika yang bejat, atau upasaka-sika yang ternoda, atau upasaka-sika yang terbelenggu.

2. Mencuri

Selaku upasaka-upasika yang menjalani sila, sekalipun demi mendukung kebahagiaan nyawa dan jasmani, juga tidak diperkenankan mencuri dan merampas harta milik orang lain, sekalipun dana sekecil apapun juga tidak diperkenankan. Apabila melanggar Sila Mencuri, orang demikian sudah kehilangan makna menaati Bodhisattva Sila, meskipun tekun bersadhana, tidak akan pula memperoleh keberhasilan tahap awal, apalagi sampai mencapai Sotopanna, terlebih-lebih Anagami. Orang demikian dinamakan upasaka-sika yang melanggar sila, juga dinamakan upasaka-sika yang kotor, bejat, ternoda, terbelenggu.

3. Berdusta

Selaku upasaka-upasika yang menjalani sila, sekalipun demi mendukung kebahagiaan nyawa dan jasmani, juga tidak diperkenankan berkata tidak jujur mendustai orang. Misalnya, “Saya telah mencapai tingkat Bodhisattva”, “Telah melampaui tiga alam dan memperoleh sidhi Arahat” dan sebagainya, hal semacam ini yang mana belum mencapai dikatakan mencapai telah merusak kedisiplinan sila. Orang demikian sudah kehilangan makna menaati Bodhisattva Sila, meskipun tekun bersadhana, tidak akan pula memperoleh keberhasilan tahap awal, apalagi sampai mencapai Sotopanna, terlebih-lebih Anagami. Orang demikian dinamakan upasaka-sika yang melanggar sila, juga dinamakan upasaka-sika yang kotor, bejat, ternoda, terbelenggu.

4. Berzinah

Selaku upasaka-upasika yang menjalani sila, sekalipun demi mendukung kebahagiaan nyawa dan jasmani, juga tidak diperkenankan melakukan hubungn intim dengan orang ketiga di luar pasangan suami istri (Apabila melakukan hubungn intim dengan istri sendiri yang sedang menjalani sila, saat lagi hamil tua, menyusui, atau pun melakukan hubungan suami istri dengan cara tidak wajar, juga termasuk berzinah), apabila melanggar Sila Berzinah, orang demikian sudah kehilangan makna menaati Bodhisattva Sila, meskipun tekun bersadhana, tidak akan pula memperoleh keberhasilan tahap awal, apalagi sampai mencapai Sotopanna, terlebih-lebih Anagami. Orang demikian dinamakan upasaka-sika yang melanggar sila, juga dinamakan upasaka-sika yang kotor, bejat, ternoda, terbelenggu.

5. Menjual Beli Miras

Selaku upasaka-upasika yang menjalani sila, sekalipun demi mendukung kebahagiaan nyawa dan jasmani, juga tidak diperkenankan melakukan transaksi jual-beli minuman keras atau sejenisnya (termasuk jenis barang yang dapat memabukkan pikiran manusia), apabila melanggar Sila Menjual-beli Miras, orang demikian sudah kehilangan makna menaati Bodhisattva Sila, meskipun tekun bersadhana, tidak akan pula memperoleh keberhasilan tahap awal, apalagi sampai mencapai Sotopanna, terlebih-lebih Anagami. Orang demikian dinamakan upasaka-sika yang melanggar sila, juga dinamakan upasaka-sika yang kotor, bejat, ternoda, terbelenggu.

6. Membicarakan Kesalahan Catur Parsadah

Selaku upasaka-upasika yang menjalani sila, sekalipun demi mendukung kebahagiaan nyawa dan jasmani, juga tidak diperkenankan menyebar-luaskan kesalahan para bhiksu dan bhiksuni, atau menyebar-luaskan kesalahan para upasaka dan upasika, apabila melanggar Sila Membicarakan Kesalahan Catur Parsadah (bhiksu, bhiksuni, upasaka, dan upasika), orang demikian sudah kehilangan makna menaati Bodhisattva Sila, meskipun tekun bersadhana, tidak akan pula memperoleh keberhasilan tahap awal, apalagi sampai mencapai Sotopanna, terlebih-lebih Anagami. Orang demikian dinamakan upasaka-sika yang melanggar sila, juga dinamakan upasaka-sika yang kotor, bejat, ternoda, terbelenggu.

DELAPAN BELAS PELANGGARAN UTAMA (PARAJJIKA) IKRAR BODHISATTVA

1. Memuji diri sendiri dan merendahkan orang lain.
2. Tidak memberi harta benda atau Dharma.
3. Menolak permintaan maaf seseorang.
4. Meninggalkan Mahayana.
5. Mengambil milik Triratna.
6. Meninggalkan Dharma.
7. Melepas jubah seseorang.
8. Melakukan lima perbuatan terburuk.
9. Berpandangan salah.
10. Menghancurkan desa atau kota.
11. Menjelaskan sunyata kepada mereka yang mungkin akan salah mengerti.
12. Menyebabkan orang lain meninggalkan Mahayana.
13. Menyebabkan orang lain meninggalkan Pratimoksha.
14. Merendahkan Hinayana.
15. Mengaku telah mencapai realisasi, misalnya sunyata.
16. Menerima sesuatu yang di curi dari Triratna.
17. Membuat peraturan yang menyusahkan.
18. Meninggalkan Bodhicitta.


EMPAT PULUH ENAM PELANGGARAN BIASA (SANGHADISESA) SILA BODHISATTVA

Tujuh pelanggaran yang berkaitan dengan Dana Paramita

1. Tidak melakukan persembahan kepada Hyang Triratna setiap hari.
2. Menuruti keinginan pikiran karena keterikatan.
3. Tidak menghormati mereka yang telah mengangkat ikrar Bodhisattva lebih dulu.
4. Tidak menjawab pertanyaan tulus orang lain.
5. Menolak undangan.
6. Menolak pemberian emas.
7. Tidak memberi Dharma kepada mereka yang menginginkannya.

Sembilan Pelanggaran yang berkaitan dengan Sila Paramita

8. Tidak membantu mereka yang melanggar ikrarnya.
9. Tidak berbuat sesuatu sehingga orang lain bangkit keyakinannya.
10. Hanya melakukan sedikit hal demi kebahagiaan makhluk lain.
11. Dengan belaskasih tidak melakukan perbuatan yang menyakiti.
12. Mencari ketenaran dan kekayaan dengan jalan yang salah.
13. Tertarik pada pertunjukan-pertunjukan.
14. Menganggap bahwa Bodhisattva tidak perlu meninggalkan samsara.
15. Tidak menghindari sebab nama buruk.
16. Tidak membantu orang lain menghindari ketidak bajikan.

Empat pelanggaran yang berkaitan dengan KshantiParamita

17. Membalas mencaci atau menyakiti.
18. Mengabaikan mereka yang marah.
19. Menolak permintaan maaf orang lain.
20. Menuruti serta tidak mengendalikan kemarahan kita. 


Tiga pelanggaran yang berkaitan dengan Virya Paramita

21. Mencari murid karena menginginkan keuntungan dan penghormatan
22. Tidak berusaha mengatasi kemarahan.
23. Tidak meninggalkan pembicaraan yang tak berguna karena keterikatan.

Tiga pelanggaran yang berkaitan dengan Dhyana Paramita

24. Mengabaikan latihan samatha.
25. Tidak berusaha mengatasi rintangan samatha.
26. Hanyut dalam kenikmatan samadhi.

Delapan pelanggaran yang berkaitan dengan Prajna Paramita

27. Meninggalkan Sravakayana.
28. Mempelajari Sravakayana mengorbankan Mahayana.
29. Mempelajari ajaran bukan Dharma dengan mengorbankan Mahayana.
30. Menyenangi ajaran bukan Dharma.
31. Mencela ajaran Mahayana.
32. Memuji diri sendiri dan meremehkan orang lain.
33. Tidak menghadiri acara pembabaran Dharma.
34. Lebih bergantung pada buku dari pada Guru atau mengabaikan Guru.

Dua belas pelanggaran yang berkaitan dengan ikrar melakukan kebajikan demi semua makhluk

35. Tidak memberi pertolongan kepada yang membutuhkan.
36. Menolak menolong orang yang sakit.
37. Tidak berusaha mengatasi penderitaan orang lain.
38. Tidak mengajarkan ajaran yang sesuai dengan pendengarnya.
39. Tidak membalas kebajikan mereka yang telah berbuat baik kepada kita.
40. Memperberat perasaan sedih orang lain.
41. Tidak memberikan bantuan materi kepada mereka yang menginginkannya.
42. Tidak memperlakukan secara khusus pada para siswa.
43. Tidak melakukan yang di inginkan orang lain.
44. Tidak memuji kebajikan orang lain.
45. Tidak berbuat sesuatu pada saat di butuhkan.
46. Tidak menggunakan abhijnana.

sumber : http://www.kaskus.us/showthread.php?t=9540578

apa saja paramita -kebajikan, yang harus dijalankan oleh seorang Boddhisatva?

Enam Paramita [Sad Paramita]



Delapan Ruas Jalan Kemuliaan yang diuraikan pada halaman sebelumnya, dapat dikelompokkan menjadi 3 bagian utama, yaitu: Sila, Samadhi dan Prajna. Dalam Buddhisme Mahayana, dikembangkan lebih lanjut menjadi Enam Paramita [Sad Paramita] atau Enam Perbuatan Luhur, dan merupakan ajaran pertama yang dilakukan oleh para Bodhisattva untuk mencapai pandangan Buddha yang tidak terbatas yaitu Cinta Kasih [maitri/metta], Kasih Sayang [karuna], Simpati [mudita] dan Keseimbangan Batin [upeksa/upekkha]. Dengan demikian tindakan seorang Bodhisattva haruslah benar-benar terlepas dari semua kepentingan atau kebanggaan pribadi, tanpa ikatan, tanpa batas, tanpa henti dan tanpa perbedaan dalam membantu semua makhluk yang memerlukan pertolongan. Tindakan seorang Bodhisattva, dapat disamakan dengan matahari yang menyinari bumi ini, tanpa membeda-bedakan, tanpa ikatan, tanpa batas, tanpa henti, dan tidak pernah membanggakannya atau mengakui pahalanya.

Enam Paramita tersebut terjalin sebagai satu kesatuan, karena pengaruh dari ajaran Asanga (pendiri Yogacara) sebagaimana disebutkan dalam Mahayana Sutralankara dengan urutan : dana-sila-ksanti-virya-dhyana-prajna. Adapun dalam pelaksanaan paramita ini dapat dibagi dalam tiga tingkatan sebagaimana tersebut dalam Lankavatara Sutra, yaitu :

1. Tingkat Biasa;merupakan suatu pelaksanaan paramita dengan harapan untuk memperoleh pahala baik pada masa kehidupan saat ini maupun pada kehidupan berikutnya.
2. Tingkat Luarbiasa; merupakan suatu pelaksanaan paramita dengan tujuan untuk mencapai nirvana, untuk tidak dilahirkan kembali.
3. Tingkat Tertinggi; merupakan suatu pelaksanaan paramita oleh para Bodhisattva dalam usahanya untuk menyelamatkan semuat makhluk dari lingkaran penderitaan [samsara].

--------------------------------------------
1. Dana Paramita
Dana Paramita merupakan perbuatan luhur tentang beramal, berkorban baik materi maupun non-materi. Dana paramita ini dapat digolongkan lagi atas : Dana, Atidana (yang lebih tinggi) dan Mahatidana (yang tertinggi).



Para penerima Dana dapat dibagi atas tiga kategori, yaitu (1) dana kepada teman dan keluarga; (2) dana kepada yang membutuhkan, yang miskin, yang menderita dan yang tidak berdaya; (3) dana kepada para bhikshu/bhikkhu dan para brahmana (orang suci Hindu). Dana yang diberikan adalah merupakan milik kekayaan.



Atidana adalah merupakan suatu pemberian dana dimana merupakan miliknya yang terakhir dengan tujuan pemupukan kebajikan untuk mengatasi kemelekatan terhadap rasa cinta yang dapat dianggap sebagai penghambat menuju jalan Kebuddhaan, sehingga menimbulkan kepribadian yang luhur. Contoh pelaksanaan Atidana dikisahkan dengan baik dari cerita Raja Visvantara yang dikutip dari Jatakamala dan Avadana Kalpa Lata.



Pangeran Menyerahkan Semuanya



Visvantara merupakan putra Raja Sanjaya. Beliau telah membagi habis harta miliknya sebagai derma , sampai akhirnya Beliau menyerahkan juga gajah putih milik kerajaan kepada kaum pendeta. Kedermawaannya yang tinggi tersebut menyebabkan ayahnya mengusirnya dari kerajaan untuk dikucilkan di Gunung Vanka.



Visvantara dalam perjalanan ke Gunung Vanka ditemani oleh istrinya dan dua orang anaknya dengan menaiki kereta yang ditarik oleh empat ekor kuda. Di tengah perjalanan, mereka bertemu seorang pendeta yang meminta kuda-kuda mereka dimana diberikan semua oleh Beliau. Pada kesempatan lain, keretanya juga diberikan kepada pendeta lain yang ditemuinya. Akhirnya mereka meneruskan perjalanan dengan berjalan kaki dimana Visvantara menggendong putranya, dan istrinya menggendong putrinya. Sesampainya di tempat tujuan, mereka tinggal di rumah yang terbuat dari daun-daunan.



Pada suatu hari sewaktu istrinya sedang pergi, datanglah seorang brahmana yang meminta kedua orang anaknya untuk dijadikan pelayannya. Visvantara tidak sanggup untuk menolak permintaan seorang brahmana, sehingga diserahkannya kedua anaknya tersebut juga. Kejadian tersebut menggugah Deva Sakra yaitu pemimpin para Deva yang kemudian muncul dalam penyamarannya sebagai seorang pendeta yang miskin dan memohon kepada Visvantara agar dapat menyerahkan istrinya kepadanya. Tentu saja permohonan inipun dikabulkannya, dan atas ketulusan Visvantara kemudian Deva Sakra menjelma kembali ke bentuk aslinya dan memberkahi Visvantara. Brahmana yang membawa kedua anaknya kemudian menyerahkannya kepada kakeknya, Raja Sanjaya .



Kejadian ini membuat Raja Sanjaya dan rakyatnya menjadi terharu sehingga Visvantara dipanggil kembali dan diberikan kedudukan kembali sebagai pangeran kerajaan yang kemudian hari menjadi Raja menggantikan ayahnya.



Mahatidana merupakan pengorbanan dana tertinggi karena yang diberikan adalah anggota tubuh seorang Mahasattva. Pengertian anggota tubuh ini dapat mencakup daging, darah, organ mata ataupun organ tubuh lainnya, bahkan seluruh tubuhnya karena Sang Mahasattva sudah tiada mempunyai sedikitpun rasa cinta kepada semuanya itu. Kesediaannya memberikan pengorbanan yang besar ini merupakan pencurahan kasih yang luar biasa kepada makhluk hidup dengan tujuan untuk mengakhiri penderitaan. Terdapat banyak kisah di dalam Jataka yang menceritakan tentang pemberian mahatidana oleh Sang Bodhisattva Mahasattva. Salah satunya adalah kisah di bawah ini.



Bodhisattva Mengorbankan Tubuh



Pada suatu masa yang silam, hiduplah Raja Maharatha bersama tiga putranya, Mahapranada, Mahadeva, dan Mahasattvavan. Pada suatu hari ketiga pangeran berjalan di dalam suatu hutan yang besar dan sunyi, dimana di tengah perjalanan mereka bertiga bertemu dengan seekor harimau betina yang baru beranak lima ekor. Tubuh harimau betina begitu kurus dan lemah karena lapar dan haus. Mereka bertiga membicarakan tentang keadaan harimau tersebut dan membayangkan bagaimana bisa harimau betina yang malang tersebut beserta anak-anaknya dapat bertahan hidup.



Mahasattvavan kemudian meminta agar kedua saudaranya berangkat dulu dengan mengatakan nanti dia akan menyusul ke lembah karena hendak melakukan sesuatu. Setelah ditinggal sendirian, maka Mahasattvavan berucap kepada harimau tersebut, "Saya terharu dan dengan rela memberikan tubuh saya untuk kebaikan dunia dan untuk pencapaian bodhi." Kemudian dia melemparkan dirinya di hadapan harimau betina tersebut, namun harimau yang lemah tersebut tidak dapat berbuat apa-apa terhadap dirinya. Mahasattvavan akhirnya mengambil sebilah bambu tua yang ditemukannya di sekitar lokasi tersebut dan memotong kerongkongannya sehingga mati terbaring dekat harimau tersebut.
(uraian lebih lanjut akan dibahas dalam tread -jataka)

2. Sila Paramita

Sila Paramita merupakan perbuatan luhur tentang hidup bersusila, tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak baik oleh badan [kaya], ucapan [vak], dan pikiran [citta].



Pelaksanaan Sila Paramita merupakan pelengkap dari seorang Bodhisattva yang telah melaksanakan Dana Paramitha. Pelaksanaan Sila Paramita ini dapat diumpamakan kaki ataupun mata dimana tanpa kaki maka seseorang akan terjatuh ke dalam bentuk kehidupan yang penuh kejahatan, ataupun tanpa mata maka seseorang tidak akan dapat melihat Dharma.



Terdapat tiga pengertian dalam menguraikan Sila Paramita, yaitu

1. Kebajikan moral secara umum dimana kepribadian yang menganggumkan merupakan ciri utamanya;
2. Kebajikan moral yang dikaitkan dengan suatu cita-cita penyucian yang direalisasikan melalui pikiran, ucapan, dan perbuatan;
3. Kebajikan moral yang dikaitkan dengan lima ajaran moral [Pancasila Buddhis) dan sepuluh jalan tindakan yang baik dan bermanfaat dimana merupakan latihan moral kebajikan bagi umat awam.

Pelaksanaan Sila merupakan suatu usaha seorang Bodhisattva untuk memusnahkan seluruh tiga akar kesengsaraan atau tiga racun dunia, yaitu:

1. raga yang dapat dianggap sebagai persamaan kata lobha yaitu hawa nafsu, gairah, kesenangan perasaan.
2. dvesa [dosa] yaitu kebencian, keinginan buruk
3. moha yaitu kebodohan batin, khayalan, kebingungan mengenai pikiran

Dalam melatih Sila Paramita, maka terdapat sepuluh pantangan yang harus dijalankan seorang Bodhisattva, yaitu :

1. Pantang membunuh makhluk hidup
2. Pantang mencuri
3. Pantang dari ketidak-sucian
4. Pantang berbicara bohong
5. Pantang memfinah
6. Pantang berbicara kasar
7. Pantang terhadap kesembronoan dan berbicara yang tidak berarti
8. Pantang terhadap sifat iri hati
9. Pantang terhadap sifat dengki
10. Pantang dari pandangan salah

3. Ksanti Paramita
Ksanti merupakan suatu perbuatan luhur tentang kesabaran. Ksanti Paramita mencakup tiga pengertian, yaitu, kesabaran, ketabahan, dan ketulusan hati. Seorang Bodhisattva haruslah melatih kesabaran karena ketidaksabaran akan mudah menimbulkan kemarahan dimana dapat menghancurkan semua pemupukan kebajikan yang telah terhimpun.



Ketidaksabaran dalam bertindak sering menenggelamkan kita dalam lautan penderitaan yang menyebabkan penyesalan yang berkepanjangan.

4. Virya Paramita



Virya Paramita merupakan perbuatan luhur mengenai keuletan, ketabahan dan semangat.
Terdapat dua macam Virya, yaitu :

1. Sannaha-virya, yang dapat diartikan memakai perisai dalam arti mempersiapkan diri atau memperkuat iman terhadap berbagai godaan.
2. Prayoga-virya, yang dapat diartikan dengan ketekunan dan kesungguhan dalam pelaksanaan Ajaran Sang Buddha .



5. Dhyana Paramita
Dhyana Paramita merupakan perbuatan luhur mengenai samadhi. Terdapat 4 jenis Dhyana sebagaimana dinyatakan dalam ajaran Yogacara, Lankavatara Sutra, yaitu :

1. Balopacarika Dhyana, dhyana yang dilakukan oleh Sravaka dan Pratyekabuddha dengan merenungkan tentang ketidak-kekalan dari sifat ke-aku-an.
2. Artapravicaya Dhyana, dyana yang dilaksanakan oleh para Bodhisattva yang telah mengerti hakekat Keberadaan dari alam semesta.
3. Tathatalambana Dhyana; dhyana yang terdiri dari pengkajian atas Keberadaan dari Kebenaran serta merenungkannya.
4. Tathagata Dhyana; dhyana yang dilaksanakan oleh para Tathagata yang telah mengetahui Pengetahuan yang Tertinggi dan selalu bersedia untuk mengabdi kepada semua makhluk.



6. Prajna Paramita



Prajna Paramita merupakan Paramita yang terpenting; yaitu perbuatan luhur mengenai Kebijaksanaan.
Terdapat dua makna dalam Prajna, yaitu :

(1) Prajna yang kekal.

(2) Prajna yang berfungsi sejalan dengan ke lima Paramita lainnya.



Usaha pengembangan prajna ini terdapat tiga jalur yang mengarah kepada suatu pendalaman (intuisi) dan pengetahuan, yaitu :

1. berdasarkan ajaran orang lain atau kitab suci tertulis ataupun lisan [sutamaya panna],
2. berdasarkan pemikiran yang mendalam [cintamaya panna], dan
3. berdasarkan meditasi pengolahan dan realisasi [bhavanamaya panna]

Selain Enam Paramita tersebut di atas, terdapat juga Empat Paramita tambahan, yaitu :

1. Upaya-Kausalya Paramita ; merupakan kemahiran dalam perbuatan atau adaptasi dari usaha usaha untuk perubahan guna

memberikan pertolongan secara luhur

2. Pranidhana Paramita; aspirasi atau resolusi luhur

3. Bala Paramita; kekuatan atau kemampuan luhur

4. Jnana Paramita; pengetahuan luhur



Sedangkan dalam Buddhisme Theravada dikembangkan tindakan Bodhisattva dalam Sepuluh Kebajikan Luhur atau Sepuluh Parami, dengan urutan sebagai berikut :

1. Kemurahan hati [Dana]

2. Kesusilaan [Sila]

3. Penglepasan Keduniawian [Nekkhamma]

4. Kebijaksanaan [Panna]

5. Kegiatan [Viriya]

6. Kesabaran [Khanti]

7. Kejujuran [Sacca ]

8. Keputusan [Adhitthana]

9. Cinta-Kasih [Metta]

10.Keseimbangan [Upekkha]

Sang Buddha bersabda :" Hendaklah ia menjaga ucapan dan mengendalikan pikiran dengan baik serta tidak melakukan perbuatan jahat melalui jasmani. Hendaklah ia memurnikan tiga saluran perbuatan ini, memenangkan ` Jalan ' yang telah dibabarkan oleh Para Suci. " (Dhammapada, 281).    


sumber : http://www.kaskus.us/showthread.php?t=9540578

Boddhisatva

Apa yang dimaksud dengan Boddhisatva?

Dalam ajaran agama Buddha, seorang Bodhisattva (bahasa Sanskerta) atau Bodhisatta (bahasa Pali) atau Photishat (bahasa Thai: โพธิสัตว์) adalah makhluk yang mendedikasikan dirinya demi kebahagiaan makhluk semesta.

Dalam bahasa Sanskerta, istilah Bodhisattva terdiri dari dua kata, yaitu bodhi yang berarti pencerahan atau penerangan, dan sattva yang berarti makhluk. Bodhisattva juga merujuk kepada Buddha di kehidupan sebelum-Nya.

Dalam ajaran Mahayana, Bodhisattva mengambil janji untuk tidak memasuki nirvana sebelum semua makhluk mencapai ke-Buddha-an. Ini tidak sama dengan di tradisi Theravada pada umumnya, makhluk yang mencapai pencerahan adalah Arahat, bukan Buddha.

Arti Bodhisatta pada Pali Canon (kumpulan koleksi kitab pada ajaran Theravada) dan tradisi Theravada tidak mengatakan bahwa seorang Bodhisattva membuat janji tidak akan mencapai penerangan sebelum semua orang lain mencapai penerangan. Ini merupakan inovasi dari Mahayana. Jadi seorang Bodhisatta dan seorang Bodhisattva merupakan hal yang berbeda.


Para Bodhisattva sangat dikagumi di dalam seni terkenal, termasuk salah satu patung tertinggi dari Bodhisattva di Vihara Puning di Cina, dibangun pada tahun 1755.

--------------------------
apa saja ikrar seorang Boddhisatva??

ikrar seorang Boddhisatva berbeda-beda sesuai dengan Boddhisatva tersebut begitupula dengan Ikrar seorang Buddha


sumber : http://www.kaskus.us/showthread.php?t=9540578