Kamis, 12 Januari 2012

Mahayana Arya Amoghapasa Hrdaya Sutram


Mantra Puncak Teratai Dari Hyang Arya Amoghapasa
Om Padmo Ushnisha Vimale Hum Phat
Demikianlah yang telah kudengar. Suatu kali Sang Buddha sedang berdiam di puncak Gunung Potalaka yang dihiasi dengan pohon-pohon permata, di istana Arya Avalokiteshvara bersama-sama dengan 1.800 Bhikshu Sangha.Hadir juga lebih dari 1 biliun Bodhisattva dan para dewa dari tempat kediaman murni. Ia membabarkan Dharma bagi Mereka Semua.

Kemudian Bodhisattva Avalokiteshvara bangkit dari tempat duduk-Nya dan berjalan menuju Sang Buddha. Berlutut di atas tanah dengan bahu kanan-Nya terbuka, lalu merangkapkan tangan, berkatalah Ia, "O Yang Dijunjungi Dunia! Aku memiliki sebuah Dharani yang disebut dengan Amoghapasa Hrdaya yang Aku terima dari Tathagata Lokendraraja pada masa 91 kalpa yang lalu di Dunia Loka-avalokana.

Kegunaan khusus dari Dharani ini adalah untuk memurnikan karma buruk yang timbul sebagai akibat menganiaya para Bhikshu Sangha Yang Agung, Pratyeka Buddha, Bodhisattva, dan Buddha, dimana perbuatan ini akan menyebabkan seseorang terjatuh ke Neraka Avici.

Pemurnian itu akan menjadi manjur bila seseorang setelah mengakui kesalahan-kesalahannya mengikuti Uposadha Vrata dari Amoghapasa dan menjalankan kedelapan Sila serta melafalkan dharani ini berkali-kali. Mereka yang membaca dharani ini tujuh kali dengan benar pada tanggal 8 penanggalan candrasengkala akan dianugerahi oleh dua puluh kualitas bajik berikut ini:

1. Ia akan terbebas dari segala jenis penyakit.
2. Bahkan meskipun penyakit itu disebabkan oleh karma, maka ia akan lenyap dengan segera.
3. Ia akan menjadi terkenal dan disukai semua orang.
4. Tubuhnya akan menjadi rahasiah.
5. Ia akan memperoleh banyak harta kekayaan.
6. Harta kekayaannya tidak akan diambil oleh pencuri.
7. Tidak dapat dirusak oleh api.
8. Tidak dapat dirusak oleh air.
9. Tidak dapat disita oleh raja atau pemerintah.
10. Segenap tindak tanduknya akan menjadi sempurna.
11. Bebas dari lima ketakutan pada air dengan teriakan terus-menerus diri sendiri.
12. Melenyapkan segenap gangguan.
13. Kepribadiannya tak akan tercela.
14. Terbebas dari ketakutan terhadap dakini.
15. Kesusahan tak akan bertambah.
16. Tidak mati oleh karena senjata, api, atau air.
17. Para dewa akan melindunginya.
18. Ia akan memiliki cinta kasih dan belas kasih.
19. Kegembiraan.
20. Ketenagan hati dimanapun dia akan dilahirkan.

Disamping itu, dia juga akan menerima delapan kualitas berikut ini:

1. Saat meninggal akan diterima oleh Yang Arya Avalokiteshvara dalam wujud seorang bhikshu.
2. Akan meninggalkan dengan tenang.
3. Tangan dan kakinya tidak akan gemetaran, ia tak akan memiliki pandangan salah.
4. Tubuhnya tak akan menghasilkan kekotoran dan air kencing.
5. Tiada gangguan dari udara.
6. Ia akan diberkahi dengan kesadaran dan kewaspadaan.
7. Ingatannya tak akan melemah.
8. Tak akan meninggal dengan wajah menghadap ke bawah.
9. Tidak akan meninggal karena kemalangan berat.
10. Akan terlahir di manapun ia ingin untuk dilahirkan dan,
11. Akan selalu berhubungan dengan para kalyana mitra.

Seseorang hendaknya melafalkan tiga kali dan menghindarkan diri dari makanan-makanan yang tidak baik seperti daging, minuman keras, bawang merah serta bawang putih. Seseorang hendaknya melakukan yang terbaik untuk menyebar luaskan Dharani ini seluas mungkin. Seseorang hendaknya membebaskan diri dari kekikiran dan iri hati. Ia akan menjadi seorang Bodhisattva apabila melimpahkan jasa pahala dari pelafalan Dharani ini demi semua makhluk.

O, Bhagava! Izinkanlah Aku mewariskan DharaniNya di hadapan Sang Tathagata serta kumpulan Sangha yang terdiri dari Bhikshu, Bhikshuni, Upasaka, Upasika, demi kebaikan semua makhluk. Lalu Sang
Buddha berkata demikian, "Wahai, Makhluk Suci! Inilah waktumu untuk menyebarkan Amoghapasa Dharani. Aku sangat menghargai tindakan ini. Silakan lafalkan. Ini akan menyenangkan semua Bodhisattva dari
ketiga kurun waktu.

Lalu Bodhisattva Avalokiteshvara mengembangkan belas kasih-Nya bagi semua makhluk dan melafalkan Amoghapasa Hrdaya Dharani sebagai berikut:

Om amogha-padma-pasa krodhakarsaya praveshaya maha-pashupati-yama- varuna kuvera brahma-vesa-dhara padma-kula-samayan hum hum.

Mantra Agung yang hanya dengan melihat saja langsung menghapus seratus ribu kalpa dari karma buruk, maka ucapkanlah

Om Hanu Phasa Bhara Heye Svaha

Rabu, 11 Januari 2012

Usnisa Vijaya Dharani


 

Sutra ini berisi khotbah Sang Buddha mengenai seorang putra dewa bernama Susthita yang seharusnya menjalani hukuman karma-nya akibat buah perbuatannya di masa lalu, namun berkat "Usnisa Vijaya Dharani" menjadi terbebaskan. Sutra ini adalah versi terjemahan dari Guru Buddhapala di zaman Dinasti Tang. Isi sutra tersebut adalah sebagai berikut:


Sutra

Demikianlah yang telah saya dengar, pada suatu waktu, Sang Bhagavan Buddha yang menetap dalam kota Shravasti di Jetavana (Hutan Jeta), di Taman Anathapindika (Taman Dermawan untuk Yatim dan Tanpa Saudara), bersama dengan pengikut tetapnya yang kesemua berjumlah seribu dua ratus lima puluh bikkhu terpandang dan dua belas ribu Maha Bodhisattva Sangha.
Saat itu, dewa-dewa di Surga Trayastrimsha juga tengah berkumpul dalam Aula Kebajikan Dharma. Di antara mereka terdapat seorang putra dewa bernama Susthita, bersama-sama dengan putra-putra dewa terpandang lainnya, sedang bersuka-ria di taman dan lapangan, menikmati kebahagiaan luar biasa dalam kehidupan surgawi. Dikelilingi oleh dewi-dewi, mereka dengan penuh kegembiraan – menyanyi, menari, dan menghibur diri mereka sendiri.
Segera malam tiba, Susthita putradewa tiba-tiba mendengar suara dari angkasa yang berkata “Susthita putradewa, engkau hanya mempunyai tujuh hari lagi untuk hidup. Setelah meninggal, engkau akan dilahirkan kembali di Jambudwipa (Bumi) sebagai seekor binatang selama tujuh kehidupan berturut-turut. Setelahnya, engkau akan masuk ke dalam neraka untuk menjalani penderitaan tambahan. Hanya setelah hukuman karmamu tergenapi, engkau akan dilahirkan kembali di alam manusia, tetapi terlahir di keluarga sederhana dan melarat. Saat berada dalam rahim ibumu, engkau tidak akan mempunyai mata dan terlahir buta.
Mendengar ini, Susthita putradewa sangat takut hingga bulu kuduknya berdiri pada akhirnya. Merasa ketakutan dan tertekan, dia lari ke istana Raja Sakra. Meledak dalam tangis dan tidak tahu apalagi yang harus diperbuat, dia bersujud di kaki Raja Sakra, memberitahukan Raja Sakra apa yang telah terjadi.
“Ketika saya sedang bersuka ria menikmati tarian dan nyanyian bersama dewi-dewi surga, saya tiba-tiba mendengar suara dari angkasa yang memberitahukan saya bahwa saya hanya tinggal mempunyai tujuh hari saja, dan saya akan terperosok ke dalam Jambudwipa (Bumi) setelah mati, tinggal di sana dalam alam binatang selama tujuh kehidupan berturut-turut. Setelahnya, saya terperosok dalam bermacam neraka untuk menjalani penderitaan yang lebih berat. Hanya setelah hukuman karmaku digenapi, saya akan dilahirkan kembali sebagai manusia, dan sesudahnya saya akan terlahir tanpa mempunyai mata dalam keluarga miskin dan terhina. Raja Surga, bagaimana saya dapat melepaskan diri dari penderitaan seperti ini?”
Mendengar permohonan Susthita putradewa yang penuh tangisan, Raja Sakra sangat heran dan berpikir, “Dalam tujuh jalan sengsara berturut-turut dan wujud-wujud apakah yang akan dijalani Susthita putradewa?”
Raja Sakra segera menenangkan pikirannya memasuki samadhi dan mengamati secara seksama. Segera, dia melihat Susthita menjalani tujuh jalan sengsara dalam wujud babi, anjing, serigala, monyet, ular sawah, burung gagak dan burung bangkai, yang kesemuanya hidup dari sampah dan bangkai. Setelah melihat tujuh masa depan wujud kelahiran kembali Susthita putradewa, Raja Sakra merasa hancur dan sangat sedih, tetapi tidak dapat memikirkan jalan lain untuk menolong Susthita. Dia merasa hanya Sang Tathagata, Arahat, Samyak-sambuddha yang dapat menyelamatkan Susthita dari kejatuhan ke dalam penderitaan hebat di jalan sengsara.
Maka, segera setelah malam tiba, Raja Sakra menyiapkan berbagai macam rangkaian bunga, wewangian dan dupa. Menghiasi dirinya dengan bahan kain dewa terbaik dan membawa sesajian ini, Raja Sakra menuju taman Anathapindika, tempat kediaman Bhagavan Buddha. Saat tiba, Raja Sakra pertama-tama bersujud di kaki Buddha sebagai penghormatan, kemudian berjalan perlahan-lahan searah jarum jam mengelilingi Sang Buddha untuk pemujaan, sebelum meletakkan persembahan agungnya. Sambil berlutut di depan Sang Buddha, Raja Sakra menjelaskan takdir akhir dari Susthita putradewa yang akan terperosok ke dalam jalan sengsara dengan tujuh kelahiran kembali berturut-turut ke dalam alam binatang dengan rincian dari hukuman karma lanjutannya.
Seketika, Usnisa (mahkota) dari Sang Tathagata memancarkan bermacam-macam sinar terang benderang, menerangi dunia di sepuluh penjuru, dan cahaya tersebut memantul kembali, melingkari Buddha tiga kali sebelum masuk ke dalam mulut-NYA. Kemudian Sang Buddha tersenyum dan berkata kepada Raja Sakra. “Raja Surga, terdapat Dharani yang dikenal sebagai “Usnisa Vijaya Dharani”. Dharani ini dapat menyucikan semua jalan sengsara, melenyapkan penderitaan atas kelahiran dan kematian secara menyeluruh. Dharani ini juga dapat membebaskan semua kesengsaraan dan penderitaan mahluk hidup di alam neraka, Raja Yama dan binatang, menghancurkan semua neraka, dan mengantarkan semua mahluk hidup ke jalan suci.
“Raja Surga, jikalau seseorang mendengar Usnisa Vijaya Dharani sekali saja, semua karma buruk dari kehidupan sebelumnya yang seharusnya menyebabkan ia terlahir di neraka akan terhancurkan semuanya. Sebaliknya, ia akan memperoleh badan yang baik dan bersih. Dimanapun ia dilahirkan kembali, dia akan mengingat Dharani ini secara jelas – dari satu kebuddhaan ke lainnya, dari satu alam surgawi ke alam surgawi lainnya. Sesungguhnya, melalui Surga Trayastrimsha, dimanapun ia terlahir kembali, dia tidak akan lupa.”
“Raja Surga, jikalau seseorang menjelang kematian mengingat Dharani suci ini, walaupun hanya sekejap, masa hidupnya akan diperpanjang dan ia akan memperoleh kesucian dalam raga, perkataan dan pikirannya. Tanpa penderitaan dan kesakitan badaniah dan sesuai dengan perbuatan baiknya, dia akan menikmati ketentraman di mana saja. Menerima berkah dari semua Tathagata, dan senantiasa dijaga dewa-dewa, dan dilindungi oleh Bodhisatva, ia akan dihormati dan dimuliakan masyarakat, dan semua rintangan kesengsaraan akan terhapuskan.”
“Raja Surga, jikalau seseorang dengan ikhlas membaca dan melafalkan Dharani ini, walaupun sekejap saja, semua hukuman karmanya yang akan menyebabkan ia menderita di alam neraka, binatang, Raja Yama, setan lapar, akan dihancurkan seluruhnya dan dihapuskan tanpa meninggalkan jejak. Ia akan bebas pergi ke tanah suci Buddha dan istana surga manapun, semua pintu gerbang ke kediaman Bodhisatva akan terbuka untuknya tanpa hambatan.”
Setelah mendengar ajaran ini, Raja Sakra segera memohon kepada Sang Buddha, “Demi semua mahluk hidup, semoga Bhagavan Buddha memberikan ajaran mengenai bagaimana usia hidup seseorang dapat diperpanjang.” Sang Buddha mengetahui keinginan Raja Sakra dan keinginannya untuk mendengar ajaran-NYA mengenai Dharani ini dan segera mengucapkan Mantra ini seperti demikian:
namo bhagavate trailokya prativiśiṣṭaya buddhāya bhagavate.
tadyathā, om, viśodhaya viśodhaya, asama-sama
samantāvabhāsa-spharana gati gahana svabhāva viśuddhe,
abhiiňcatu mām. sugata vara vacana amta abhiekai mahā mantra-padai.
āhara āhara āyuh sa-dhāri. śodhaya śodhaya gagana viśuddhe.
uṣṇīa vijaya viśuddhe sahasra-raśmi sam-codite.
sarva tathāgata avalokani a-pāramitā-paripūrani.
sarva tathāgata mati daśa-bhūmi prati-ṣṭhite.
sarva tathāgata hdaya adhiṣṭhānādhiṣṭhita mahā-mudre.
vajra kāya sam-hatana viśuddhe.
sarvāvaraa apāya-durgati pari viśuddhe, prati-nivartaya āyuh śuddhe.
samaya abhiṣṭhite. mai mai mahā mai.
tathatā bhūta-koi pariśuddhe. visphua buddhi śuddhe.
jaya jaya, vijaya vijaya. smara smara, sarva buddha abhiṣṭhita śuddhe,
vajri vajragarbhe vajram bhavatu mama śarīram.
sarva sattvānām ca kāya pari viśuddhe. sarva gati pariśuddhe.
sarva tathāgata siñca me samāśvāsayantu.
sarva tathāgata samāśvāsa abhiṣṭhite.
budhya budhya, vibudhya vibudhya,
bodhaya bodhaya, vibodhaya vibodhaya samanta pariśuddhe.
sarva tathāgata hdaya adhiṣṭhānādhiṣṭhita mahā-mudre svāhā.
(Usnisa Vijaya Dharani ini adalah versi perbaikan dengan beberapa tambahan pada naskah asli terjemahan Sanskerta)
Kemudian Buddha berkata kepada Raja Sakra, “Mantra ini dikenal sebagai 'Yang Mensucikan Semua Jalan Sengsara Usnisa Vijaya Dharani'. Dharani ini dapat menghilangkan semua rintangan karma buruk dan menghapuskan penderitaan di semua jalan sengsara.”
“Raja Surga, Dharani termasyur ini dinyatakan serentak oleh Buddha-Buddha sebanyak delapan puluh delapan koti (ratusan juta) sejumlah butiran-butiran pasir di Sungai Gangga. Semua Buddha bergembira dan menjunjung tinggi Dharani ini yang dibuktikan dengan tanda bukti kebijaksanaan dari Maha Vairocana Tathagata. Ini karena di dalam jalan sengsara, untuk membebaskan mereka dari hukuman menyakitkan dalam alam neraka, binatang dan Raja Yama; untuk melepaskan semua mahluk yang menghadapi bahaya keterperosokan ke dalam lautan lingkaran kelahiran dan kematian (samsara); untuk membimbing mahluk-mahluk lemah yang berusia pendek dan kurang beruntung dan untuk melepaskan mahluk-mahluk yang suka melakukan semua perbuatan jahat. Selain itu, karena ia berdiam dan dijunjung tinggi di dunia Jambudwipa, kekuatan yang ditunjukkan oleh Dharani ini akan mengakibatkan semua mahluk dalam neraka dan alam setan lainnya; orang yang kurang beruntung dan berpusar dalam lingkaran kelahiran dan kematian; orang yang tidak percaya adanya perbuatan baik dan jahat dan yang menyimpang dari jalan benar, untuk mencapai pelepasan.”
Kembali Buddha mengingatkan Raja Sakra, “Saya sekarang mempercayakan Dharani suci ini kepadamu. Giliranmu untuk meneruskannya kepada Susthita putradewa. Sebagai tambahan, kamu, dirimu sendiri harus menerima dan menunjung tinggi, melafal, merenung, dan menghargainya, menghafal dan menghormatinya. Mudra Dharani ini harus disebarluaskan kepada semua makluk hidup di dunia Jambudwipa. Saya juga mempercayakan hal ini kepadamu, untuk kebaikan semua mahluk-mahluk surgawi, di mana Mudra Dharani ini harus disebarluaskan. Raja Surga, kamu harus tekun menjunjung tinggi dan melindunginya, jangan pernah membiarkan Dharani ini dilupakan atau hilang.”
“Raja Surga, bila seseorang mendengar Dharani ini walaupun sekejap saja, dia tidak akan menjalani hukuman karma yang berasal dari karma jahat dan dosa-dosa berat yang terakumulasi dari ribuan kalpa lalu, yang sepantasnya menyebabkan ia berpusar dalam lingkaran kelahiran dan kematian – dalam semua bentuk kehidupan di jalan sengsara – neraka, setan lapar, binatang, alam Raja Yama, Asura, Yaksa, Raksasa, setan dan roh, Putana, Kataputana, Apasmara, nyamuk, kutu, kura-kura, anjing, ular phiton, burung, binatang buas, binatang merayap dan bahkan semut dan bentuk-bentuk kehidupan lainnya. Hasil dari kebaikan yang terkumpul dari mendengar sekejap Dharani ini, ketika kehidupan fana ini berakhir, dia akan terlahir kembali ke tanah Buddha, bersama dengan semua Buddha-Buddha dan Ekajati-pratibaddha Bodhisatva, atau di dalam keluarga Brahmana atau ksatria termasyur, atau dalam beberapa keluarga kaya dan terhormat lainnya. Raja Surga, manusia ini dapat terlahir kembali dalam salah satu dari keluarga makmur dan terhormat di atas hanya karena dia telah mendengar Dharani ini, dan karenanya terlahir kembali di tempat suci.”
“Raja Surga, bahkan memperoleh kemenangan gilang gemilang Bodhimanda adalah hasil dari menjunjung kebajikan dari Dharani ini. Oleh sebab itu, Dharani ini juga dikenal sebagai Dharani Bertuah, yang dapat mensucikan semua jalan sengsara. Usnisa Vijaya Dharani ini sama seperti Harta dari Mutiara Mani Matahari – murni dan tanpa cacat, jernih seperti langit, bersinar gemilang dan terpancar. Jika makluk apapun menjunjung tinggi Dharani ini, sama halnya mereka akan turut cemerlang dan murni. Dharani ini menyerupai emas Jambunada - cemerlang, murni, dan lembut, tidak dapat dinodai oleh kotoran dan semua yang menyaksikannya turut berkenan. Raja Surga, mahluk-mahluk yang menjunjung tinggi Dharani ini juga turut suci. Dengan kebajikan dari amalan murni, mereka akan terlahir kembali di jalan yang benar.”
“Raja Surga, kemanapun Dharani ini berada, jika ditulis untuk disebarluaskan, diperbanyak, diterima dan disimpan, dibaca dan dilafalkan, didengar dan dipuja, ini akan mengakibatkan semua jalan sengsara termurnikan; kesengsaraan dan penderitaan dalam semua neraka akan terhapuskan seluruhnya.”
Buddha menceritakan kembali kepada Raja Sakra secara seksama, “Jika seseorang dapat menulis Dharani ini dan meletakkan-Nya di puncak dari panji tinggi, gunung tinggi atau dalam bangunan tinggi atau menyimpannya di dalam stupa; Raja Surga! Jika di sana terdapat Bikkhu atau Bikkhuni, Upasaka atau Upasika, kaum pria atau wanita jelata yang melihat Dharani ini di atas bangunan tersebut; atau jika bayangan dari bangunan tersebut menimpa mahluk yang mendekati bangunan, atau butiran debu dari Dharani tertulis ini ditiup mengenai badan mereka; Raja Surga: “Bila karma jahat yang terkumpul dari mahluk-mahluk ini yang sepantasnya mengakibatkan mereka jatuh ke dalam jalan sengsara seperti alam neraka, binatang, Raja Yama, setan lapar, Asura dan lainnya, mereka semuanya akan terlepaskan dari jalan sengsara, dan mereka tidak akan ternoda oleh kenajisan dan kotoran. Raja Surga! Sebaliknya, semua Buddha akan melimpahkan amal (Vyakarana) kepada mahluk-mahluk yang tidak akan pernah surut dari jalan menuju Anuttara-samyak-sambodhi (penerangan sempurna)”.
“Raja Surga, bagaimanapun jikalau seseorang memberikan berbagai persembahan seperti rangkaian bunga, wewangian, dupa, panji dan bendera, tenda yang dihiasi permata, pakaian, kalung dari batu berharga, dan lain-lain untuk menghiasi dan menghormati Dharani ini; Dan pada jalan utama, jika seseorang membuat stupa khusus untuk rumah tempat Dharani ini, dan dengan hormat dengan tangan memuja berjalan perlahan-lahan mengelilingi pagoda, merunduk dan meminta perlindungan, Raja Surga, mereka yang membuat persembahan ini disebut Mahasatva terpandang, pengikut Buddha sejati, dan penyokong Dharma. Stupa-stupa tersebut dapat dianggap sebagai Stupa-Sharira seluruh wujud Sang Tathagata.”
Saat itu, sore menjelang malam, penguasa alam neraka – Raja Yama, datang untuk ke kediaman Sang Buddha. Pertama-tama, menggunakan berbagai bahan kain Dewa, bunga-bunga cantik, wewangian dan hiasan-hiasan lainnya, beliau membuat persembahan kepada Sang Buddha, dan berjalan perlahan-lahan mengelilingi Sang Buddha tujuh kali sebelum bersujud di hadapan kaki Sang Buddha untuk penghormatan, kemudian berkata, “Saya mendengar Sang Tathagata memberikan ajaran untuk memuja menjunjung tinggi Dharani agung. Saya datang dengan maksud untuk belajar dan mengamalkannya. Saya akan senantiasa mengawal dan melindungi mereka yang menjunjung tinggi, membaca, dan melafalkan Dharani agung ini, tidak membiarkan mereka jatuh dalam neraka karena mereka telah mengikuti ajaran Sang Tathagata.”
Saat ini, ke-empat pengawal dunia – Sang Caturmaharaja (Empat Raja Surgawi) berjalan perlahan-lahan mengelilingi Buddha tiga kali, dengan sangat hormat mengatakan, “Bhagavan Buddha, bolehkah Sang Tathagata menjelaskan secara rinci jalan untuk menjunjung tinggi Dharani ini.”
Sang Buddha lalu mengatakan kepada Empat Raja Surgawi , “Silakan didengarkan secara seksama, untuk kebaikan kalian sebagaimana kebaikan untuk semua mahluk hidup yang berusia pendek, Saya sekarang akan menjelaskan cara untuk menjunjung tinggi Dharani ini.”
Pada hari bulan purnama – hari ke-15 penanggalan lunar, seseorang harus mandi dahulu dan mengenakan pakaian bersih, menjunjung tinggi ajaran kesempurnaan dan melafalkan Dharani ini 1000 kali. Ini akan mengakibatkannya panjang umur, dan bebas selamanya dari penderitaan karena sakit; semua halangan karmanya akan dihapuskan seluruhnya. Seseorang akan dibebaskan dari penderitaan di neraka. Jika burung, binatang dan mahluk-mahluk hidup lainnya mendengar Dharani ini sekali saja, mereka tidak akan pernah terlahir kembali ke dalam bentuk ketidaksempurnaan dan badan kasar ini ketika hidup mereka berakhir.”
Buddha melanjutkan, “Jika seseorang yang menderita penyakit parah mendengar Dharani ini, dia akan terbebas dari penyakitnya. Semua penyakit lainnya juga akan terhapuskan, demikian juga dengan karma jahat yang akan mengakibatkannya jatuh dalam jalan sengsara. Dia akan terlahir kembali ke Tanah Kebahagiaan Tertinggi setelah akhir hidupnya. Sejak saat itu dan setelahnya dia tidak akan lagi terlahir dari rahim. Sebaliknya, dimanapun dia dilahirkan kembali, dia akan dilahirkan menjelma dari bunga teratai dan akan selalu mengingat dan menjunjung tinggi Dharani ini dan mendapatkan pengetahuan mengenai kehidupan lalunya.”
Buddha menambahkan, “Jika seseorang telah melakukan semua perbuatan sangat jahat sebelum kematiannya, menurut perbuatan dosanya, dia sepantasnya jatuh ke dalam alam neraka, binatang, Raja Yama atau setan lapar, atau bahkan kedalam neraka Avichi besar, atau dilahirkan kembali menjadi mahluk air, atau dalam salah satu dari bentuk burung dan binatang. Jika seseorang bisa mendapatkan bagian tulang dari jasad mendiang, dan mengenggam segenggam penuh tanah, membacakan Dharani ini 21 kali sebelum menaburkan tanah ini di atas tulang-tulang itu, maka si mendiang tersebut akan terlahir kembali di surga.”
Buddha menambahkan kembali, “Jika seseorang dapat melafalkan Dharani ini 21 kali sehari, seseorang berhak menerima semua berkah berkelimpahan dan akan terlahir kembali ke Tanah Kebahagiaan Tertinggi setelah kematiannya. Jika seseorang melafalkan Dharani ini secara rutin, seseorang akan mencapai Maha Parinirvana dan akan memperpanjang usia hidupnya disamping menikmati kebahagiaan yang sangat luar biasa. Setelah kehidupannya berakhir, dia akan terlahir kembali ke salah satu tanah bahagia Buddha, senantiasa didampingi para Buddha. Semua Tathagata akan selalu memberikan pelajaran mengenai kebenaran sejati dan sempurna atas Dharma dan seluruh dunia. Baghavan Buddha akan menganugerahkan amal kesempurnaannya. Sinar yang menerangi tubuhnya akan menyinari semua tanah Buddha.”
Buddha menjelaskan lebih jauh, “Untuk melafalkan Dharani ini, seseorang pertama-tama, di depan gambar Buddha, menggunakan tanah bersih untuk membuat Mandala segi empat, ukurannya sesuai keinginannya. Di atas Mandala, seseorang harus menyebarkan berbagai jenis rumput, bunga dan menyalakan beberapa dupa terbaik. Kemudian sambil berlutut dengan lutut kanan di atas lantai, penuh konsentrasi melafalkan nama Buddha dan dengan tangan dalam simbol Mudra, (yaitu dengan kedua tangan, menekuk jari telunjuk dan menekannya ke bawah dengan ibu jari dan kedua telapak tangan dihadapkan dan diposisikan di hadapan dada) untuk penghormatan, seseorang harus melafalkan Dharani ini 108 kali. Taburan bunga akan turun dari awan dan seterusnya akan menjadi persembahan semesta bagi Buddha sejumlah butiran pasir dari delapan puluh delapan Sungai Gangga. Buddha-Buddha ini akan dipuja selamanya, “Bagus sekali! Sungguh-sungguh jarang! Seorang pengikut Buddha sejati!” Seseorang akan langsung mencapai Pencerahan Kebijaksanaan Samadhi dan Samadhi Terhias Pikiran Raga Agung. Demikianlah jalan untuk menjunjung tinggi Dharani ini.”
Buddha menegaskan kembali Raja Sakra, berkata, “Raja Surga, Sang Tathagata menggunakan jalan sederhana ini untuk melepaskan mahluk-mahluk yang telah jatuh ke dalam neraka; mensucikan semua jalan sengsara dan memperpanjang usia hidup mereka yang menjunjung tinggi Dharani ini. Raja Surga, silakan kembali dan memberikan Dharani ini kepada Susthita putradewa. Setelah tujuh hari, datanglah bertemu saya bersama-sama Susthita putradewa.”
Demikianlah, di tempat Bhagavan Buddha, Raja Surga secara hormat menerima amalan Dharani ini dan kembali ke istana surgawi untuk menyerahkannya kepada Susthita putradewa.
Setelah menerima Dharani ini, Susthita putradewa terus menerus mengamalkannya seperti diajarkan selama enam hari dan enam malam, setelahnya semua keinginannya tercapai seluruhnya. Karma yang seharusnya menyebabkan dia menderita di semua jalan sengsara terlenyapkan seluruhnya. Dia tetap berada di Jalan Bodhi dan menambah usia hidupnya untuk periode waktu yang tidak terhingga. Demikianlah, dia sangat senang, berteriak untuk memuji, “Tathagata Luar Biasa! Dharma yang sangat bagus dan jarang! Kemanjurannya telah terbuktikan! Sungguh-sungguh jarang! Saya benar-benar telah terlepaskan!”
Ketika lewat tujuh hari, Raja Sakra membawa Susthita putradewa bersama-sama dengan semua mahluk-mahluk surgawi, dengan hormat membawa perhiasan terbagus dan terbaik yang terdiri dari rangkaian bunga, wewangian, dupa, panji berpermata, tenda yang dihiasi batu berharga, bahan kain dewa dan kalungan batu pertama, mendatangi kediaman Buddha dan menyerahkan persembahan agung ini. Dengan menggunakan bahan kain surgawi dan berbagai kalungan batu permata mengadakan persembahan untuk Bhagavan Buddha, kemudian mereka dengan hormat berjalan mengelilingi Sang Buddha seratus ribu kali, memberi penghormatan kepada Sang Buddha, kemudian dengan senang hati duduk di tempat duduk mereka dan mendengarkan Sang Buddha berkhotbah Dharma.
Bhagavan Buddha kemudian memanjangkan tangan emasnya dan menyentuh mahkota Susthita putradewa, yang mana kepadanya tidak hanya diberikan khotbah Dharma tetapi juga melimpahkan amal kepada Susthita putradewa untuk mencapai Bodhi.
Akhirnya, Sang Buddha berkata, “Sutra ini akan dikenal sebagai 'Yang Mensucikan Semua Jalan Sengsara Usnisa Vijaya Dharani'. Kamu harus tekun menjunjung tingginya.” Setelah mendengar Dharma ini, seluruh anggota pertemuan sangat gembira. Mereka menerima dengan iman kepercayaan dan mengamalkan Dharani ini dengan rasa hormat.
Selain Dharani panjang, ada jauh lebih singkat Usnisa Vijaya hati-mantra:
o amta-tejavati svāhā


Jumat, 22 Juli 2011

Arti serta makna warna aura

Pada manusia Aura dapat kita lihat menjadi TIGA bagian .

- Bagian pertama atau bagian yang paling dekat dengan permukaan tubuh yang seakan menyelimuti dan mengikuti lekuk tubuh secara tepat adalah Aura Kembaran kita.(atau disebut juga Aura kembaran Etheris).
Warna Aura ini kebanyakan berwarna gelap atau kadang agak kelabu.

- Lapisan Kedua terletak diatasnya atau diluarnya adalah Aura bagian dalam yang sedikit banyak mencermin kankeadaan kesehatan si pemilik tubuh tsb.

- Lapisan ketiga adalah lapisan diatasnya lagi atau dibagian luarnya lagi yang kita sebut Aura bagian luar ,yang sangat banyak terpengaruh oleh keadaan mental atau kebatinan orang ybs.

MERAH
 Jika seseorang pancaran auranya berwarna merah berarti ia dipenuhi sifat kuasa dan ego untuk mencapai kesuksesan.
 Warna merah ini sering tertahan dimasa kecil, dimana dari lingkungan keluarganya dipaksa untuk menyesuaikan diri dengan cita-cita keluarga, sehingga tampak keruh dan berantakan.
 Setelah beranjak dewasa dan mampu hidup mandiri, auranya akan meluas dan ia akan mampu melakukan apa yang seharusnya ia lakukan.
 Orang yang mempunyai warna latar aura merah, sifatnya suka memrintah, bertanggung jawab dan mempunyai sifat pemimpin.
 Mempunyai sifat kasih sayang dan sikap hangat kepada sesame.
 Merah juga menandakan sifat berani.
 Sifat negative dari warna merah adalah penggugup.


JINGGA
 Seseorang yang pancaran auranya berwarna jingga, maka ia mempunyai sifat kepedulian
 Mempunyai sifat alami kemampuan intuitif, bijaksana dan mudah bergaul
 Warna jingga mempunyai sifat sebagai juru damai, timbang rasa, praktis
 Sifat negatif warna jingga adalah, malas, tidak mampu dan tidak peduli


KUNING
 Seseorang yang pancaranya auranya berwarna kuning, mempunyai sifat yang antusias dan mengasyikan
 Berpikir dengan cepat dan menghibur orang lain
 Senang berkumpul, menikmati percakapan yang panjang
 Senang belajar tapi sifatnya hanya coba-coba sehingga pengetahuanya hanya sebatas kulitnya saja
 Warna kuning juga suka dengan gagasan dan berekspresi
 Sifat negative dari warna kuning adalah malu-malu dan suka berdusta


HIJAU
 Jika seseorang pancaran auranya berwarna hijau, maka ia mempunyai sifat sejuk dan damai dan ia juga berbakat untuk menjadi seorang penyembuh alami
 Sikapnya kooperatif, dapat dipercaya, dan murah hati
 Sifat hijau menyukai tantangan, bekerja tanpa kenal lelah, mudah dimintai tolong
 Sifat negatifnya bersifat kaku dalam memandang setiap persoalan


BIRU
 Seseorang yang pancaran auranya berwarna biru, orang tersebut secara alami mempunyai sifat positf dan antusias
 Warna biru biasanya berhati muda, tulus, jujur dan jika bertindak sesuai dengan pikirannya
 Mempunyai kebebasan, tidak suka dibatasi atau dilarang
 Menyukai perjalanan, menyaksikan tempat baru dan bertemu dengan orang-orang baru, bisa menutupi perasaan dan bisa menyimpan rahasia
 Sifat negatifnya kesulitan menyelesaikan tugas


NILA
 Sifatnya hangat, menyembuhkan dan mengasuh
 Senang memecahkan maslah, senang menolong
 Sifat negatifnya ketidakmampuan mengatakan “tidak” sehingga sering dimanfaatkan orang lain


UNGU
 Seseorang yang pancaran auranya berwarna ungu, maka ia menyukai kegiatan-kegiatan spiritual dan metafisika
 Sifat negatifnya merasa unggul dari yang lain


PERAK
 Mempunyai gagasan-gagasan besar, namun sebagian diantaranya tidak praktis
 Sering tidak mempunyai motivasi


EMAS
 mempunyai kemampuan menangani proyek-proyek dan mempunyai tanggung jawab dalam skala besar
 Mempunyai sifat kharismatik, pekerja keras, sabar
 Mencapai kesuksesan pada usia lanjut


MERAH JAMBU
 Mempunyai sifat yang tegas, keras kepala, cita-citanya tinggi dan mempunyai perencanaan
 Secara alami mereka mereka adalah orang-orang sederhana, tidak berlagak, senang menjalankan hidup dengan tenang


PUTIH
 Sifatnya tidak menonjolkan diri, sederhana, sangat manusiawi laksana orang-orang suci
 Tidak mempunyai sifat ego, lebih tertarik pada kesejahteraan orang lain
 Intuitif, bijaksana, idealis dan cinta damai


HITAM
 Bila seseorang pancaran auranya berwarna hitam, bisa diartikan orang tersebut diselubungi oleh kemisterian, karena orang ini sifatnya kadang terbuka dan kadang tertutup
 Warna hitam bisa diartikan mempunyai sifat yang tidak baik, culas artinya mempunyai maksud jelek terhadap oaring lain yang ditemuinya
 Jika warna hitam berkombinasi dengan warna merah, orang tersebut mempunyai sifat yang tidak baik dan jahat 


sumber : http://www.kaskus.us/showpost.php?p=305684168&postcount=2797

Dasa Paramita

Dasa Paramita, merupakan Sepuluh Pelaksanaan Mulia yang terdiri dari:

[1] Dana (Beramal, bermurah hati dengan menderma)
[2] Sila (Hidup dalam sila, bermoral baik)
[3] Nekkhama (menghindari diri dari nafsu indriya)
[4] Prajna (Kebijaksanaan, mengetahui sebab dan akibat, memahami keadaan dari sesuatu
berdasarkan kebenaran)
[5] Viriya (Berusaha dengan sekuat tenaga, tidak takut terhadap rintangan)
[6] Kshanti (Kesadaran dengan sabar menghadapi segala sesuatu, mampu mengendalikan
pikiran sehingga dia kelak terbebas dari kekotoran batin)
[7] Sacca (Kebenaran, yakni benar dalam perbuatan, perkataan dan pikiran)
[8] Adhitthana (Tekad yang mantap, memutuskan segala sesuatu dengan tepat sempurna,
dan berbuat sesuai pada waktunya)
[9] Metta (Cinta kasih tanpa keinginan memiliki, cinta kasih yang ditujukan terhadap semua
mahluk di 31 alam kehidupan tanpa membedakan bangsa, ras, agama, dan segala
perbedaan, merupakan cinta kasih yang sempurna)
[10] Upekkha (Batin yang tidak tergoyahkan, merupakan batin yang terarah pada
Kebenaran Hukum Kesunyataan (Dharma))

Untuk mencapai Bodhi, Bodhisattva selain melaksanakan dan menyempurnakan Paramita juga melaksanakan 37 faktor, Yang Merupakan Keseluruhan Ajaran Sang Buddha, Yang disebut dengan Bodhipakkhiyadhamma.

Sekarang, apakah 37 faktor, Yang Merupakan Keseluruhan Ajaran Sang Buddha, Yang disebut dengan Bodhipakkhiyadhamma itu? Itu adalah demikian:

[1] Empat Dasar Perhatian Benar (Satipatthana)
[2] Empat Usaha Benar (Sammapadhana)
[3] Empat Jalan Penguasaan atau Keberhasilan (Iddhipada)
[4] Lima indera (Indriya)
[5] Lima kekuatan mental (Bala)
[6] Tujuh faktor Penerangan Agung (Bojjhanga)
[7] Delapan Faktor Jalan Utama (Asta Ariya Atthangika Maggha)

Dengan menempuh dan menyempurnakan Dharma ini semua, Bodhisattva ini akan bergelar Mahasattva, mencapai Tingkatan Dasa Bhumi sebagai Megha Dharma sampai akhirnya mencapai Anuttara SamyakSamBuddha. Demikianlah Mahayana yang telah ditunjukkan dan telah dibuktikan sendiri oleh Sang Tathagata. Mahayana merupakan Yana Tunggal yang menjadi alasan utama kemunculan Para Tathagata, yakni mengajar Para Bodhisattva dan memang demikianlah adanya, sebab kata-kata Tathagata adalah murni dan tiada dusta.

sumber : http://www.kaskus.us/showpost.php?p=450485375&postcount=9396

Empat Jenis Kamma Berdasarkan Waktu Munculnya Akibat (vipaka) yang Dihasilkan

1. Ditthadhamma vedaniya Kamma yaitu Kamma yang menghasilkan akibat (vipaka) segera mungkin pada waktu kehidupan sekarang. Kamma ini terbagi 2 macam, yaitu :
• Kamma yang memberikan hasil dalam kehidupan sekarang ini, termasuk yang sudah masak betul atau disebut dengan Paripakka Dittha Dhamma vedaniya Kamma. Contoh : Seorang miskin bernama Punna yang memberikan dana makanan kepada Y A Sariputta Maha Thera menjadi kaya-raya dalam waktu tujuh hari setelah berdana.
• Kamma yang memberikan hasil setelah lewat tujuh hari atau disebut dengan Aparipakka Dittha Dhammavedaniya. Contoh : Jika berbuat kebaikan atau kejahatan dalam usia muda, akan dipetik hasil dalam usia muda atau usia tua dalam kehidupan sekarang ini juga.

2. Upajja vedaniya Kamma yaitu Kamma yang menghasilkan akibat (vipaka) pada kehidupan berikutnya yaitu satu kehidupan setelah kehidupan sekarang.

3. Aparapariya vedaniya Kamma yaitu Kamma yang menghasilkan akibat (vipaka) pada kehidupan berikutnya secara berturut-turut.

4. Ahosi Kamma yaitu Kamma yang tidak lagi atau tidak akan memiliki kekuatan untuk menghasilkan akibat (kadaluwarsa). Ahosi Kamma terbentuk ketika kekuatan suatu perbuatan (kamma) terhalangi oleh kekuatan perbuatan (kamma) lain yang sangat besar. Selain itu Ahosi Kamma terbentuk jika tidak adanya kondisi-kondisi pendukung yang dibutuhkan untuk kamma itu berbuah, sehingga kamma tersebut tidak menghasilkan akibat (vipaka).

sumber : http://www.kaskus.us/showpost.php?p=450481813&postcount=9394

KAMMA (Perbuatan)

Kamma (bahasa Pali) atau Karma (bahasa Sanskerta) berarti perbuatan atau aksi. Guru Buddha dalam Nibbedhika Sutta; Anguttara Nikaya 6.63 menjelaskan secara jelas arti dari kamma:

”Para bhikkhu, cetana (kehendak)lah yang kunyatakan sebagai kamma. Setelah berkehendak, orang melakukan suatu tindakan lewat tubuh, ucapan atau pikiran.”

Jadi, kamma berarti semua jenis kehendak (cetana), perbuatan yang baik maupun buruk/jahat, yang dilakukan oleh jasmani (kaya), perkataan (vaci) dan pikiran (mano), yang baik (kusala) maupun yang jahat (akusala).

Kamma atau sering disebut sebagai Hukum Kamma merupakan salah satu hukum alam yang berkerja berdasarkan prinsip sebab akibat. Selama suatu makhluk berkehendak, melakukan kamma (perbuatan) sebagai sebab maka akan menimbulkan akibat atau hasil. Akibat atau hasil yang ditimbulkan dari kamma disebut sebagai Kamma Vipaka.

Dalam Samuddaka Sutta; Samyutta Nikaya 11.10 {S 1.227} , Guru Buddha menjelaskan cara bekerjanya kamma :

"Sesuai dengan benih yang di tabur, begitulah buah yang akan dipetiknya. Pembuat kebajikan akan mendapatkan kebaikan, pembuat kejahatan akan memetik kejahatan pula. Taburlah biji-biji benih dan engkau pulalah yang akan merasakan buah dari padanya".



Dua Jenis Kamma Berdasarkan Sifatnya
Ada dua jenis kamma (perbuatan) berdasarkan sifatnya, yaitu:

1. Kamma Buruk/Jahat (perbuatan buruk/jahat) atau disebut dengan Akusala Kamma.
yaitu, kamma (perbuatan) yang didasari oleh pikiran yang diliputi oleh dosa (kebencian), lobha (keserakahan), dan moha (kebodohan batin). Contoh: membunuh, mencuri, berbohong, mabuk-mabukan, dan sebagainya.

2. Kamma Baik (perbuatan baik) atau disebut dengan Kusala Kamma.
yaitu, kamma (perbuatan) yang didasari oleh pikiran yang diliputi oleh adosa (ketidakbencian), alobha (ketidakserakahan), dan amoha (ketidakbodohan batin). Contoh: berdana, menolong makhluk yang kesukaran, berkata jujur, bermeditasi, dan sebagainya.

sumber : http://www.kaskus.us/showpost.php?p=450480755&postcount=9393

TUJUH KEKAYAAN ARYA (SUCI)

Tujuh kekayaan suci merupakan 7 cara suci untuk mencapai ke Buddhaan.
Menurut Dhammapada,ada 7 macam kekayaan spiritual , yang disebut juga sebagai kekayaan Para Arya.

1.Saddha / Keyakinan -menurut Avatamsaka Sutra :
Keyakinan merupakan ibu dari pahala jalan keBuddhaan, selalu memelihara kelangsungan semua akar kebajikan
Keyakinan adalah dasar dari semua perbuatan bajik, bila diri kita bisa timbul keyakinan/ saddha pada Buddha Dharma, maka dengan alamiah kita akan menjalankan kebajikan sesuai Dharma, dengan alamiah akan menemukan tujuan sejati hidup manusia, sampai memperoleh manfaat yang tiada taranya.

2.Pengetahuan
Seorang Buddhist harus memperoleh pengetahuan mengenai Dharma barulah mampu menapaki jalan ke Buddhaan, inilah yang disebut dengan "banyak belajar, mendengar dan berpengetahuan kemudian tekun berlatih dan memasuki samadhi." Maka langkah pertama sebagai dasar Buddhism kita harus banyak belajar. Namun mempelajari Dharma tidak boleh dengan kesombongan, mengejar hasil kesaktian, pandangan menyimpang, terlebih pikiran melantur. Harus dengan tulus, menghormati, dengan hati tulus mendengar Dharma, barulah bisa berguna. Sedangkan mempelajari Dharma intinya adalah mempelajari sesuatu yang dapat bermanfaat untuk menyucikan hati dan membawa kita pada pencapaian, jadi bukan berarti hanya memenuhi otak dengan teori.

3.Ketekunan
Apapun yang bermanfaat bagi orang lain, hendaknya dilakukan dengan tekun, inilah ketekunan. Dalam Sutra dikatakan " Bila bermalasan di rumah, akan kehilangan segala manfaat duniawi. Bila bermalasan saat jadi biksu, akan kehilangan Mustika Dharma"
Kemalasan adalah penyakit berat kehidupan manusia, hanya bisa diobati dengan ketekunan.

4.Menjalankan Sila
Sila adalah semacam rambu-rambu suatu perbuatan, juga bagaikan rel sebuah kereta, dapat membimbing batin kita berjalanan dalam moralitas , menuju NIrvana pembebasan.

5.Tahu Malu
Sadar diri dan tidak melakukan kejahatan,malu bila timbul pikiran tidak baik. Malu atas ketidak tahuan diri, ketidak mampuan, ketidak lengkapan, kekotoran, moral, serta sifat.

6.Dana
Memberikan milik sendiri pada pihak lain. Termasuk juga dana materi dan dana spiritual. Serta dana abhaya (memberi perlindungan)

7.Samadhi dan Panna
Berkonsentrasi supaya batin tidak tercerai, mengamati segala sesuatu dengan jelas demi memperoleh samadhi dan Panna. Samadhi adalah tubuh dari Panna, sedangkan Panna adalah dihasilkan dari samadhi. Keduanya bagai pelita dengan sinarnya.



Memiliki keyakinan pada Buddha Damma adalah harta kekayaan!sedangkan kekayaan dunia akan ada batasnya, ada masa pasang surutnya suatu hari nanti.... Namun Harta Arya ini selamanya tidak akan musnah. Maka bila kita mengejar kekayaan juga harus mengejar kekayaan Arya ini.

Nammo Tassa Bhagavato Arahata Sammasambuddhassa

sumber : http://www.kaskus.us/showpost.php?p=452383743&postcount=9480