Jumat, 22 Juli 2011

apa saja pelanggaran Berat untuk seorang Boddhisatva?

Sila Boshisattva
6 Pelanggaran Berat

1. Membunuh

Para umat yang mendalami Buddhadharma dan sebagai upasaka-upasikasadhaka wanita perumah tangga yang menjalani sila, sekalipun demi mendukung kebahagiaan nyawa dan jasmani, nyawa sekecil semut pun, tidak pula diperkenankan sembarang dibunuh. Terutama bagi yang telah menerima sila, bila menyuruh orang lain melenyapkan nyawa makhluk hidup, atau sendiri yang melakukan pembunuhan, orang demikian sudah kehilangan makna menaati Bodhisattva Sila, meskipun tekun bersadhana, tidak akan pula memperoleh keberhasilan tahap awal, apalagi sampai mencapai Sotopanna, terlebih-lebih Anagami. Orang demikian dinamakan upasaka-sika yang melanggar sila, juga dinamakan upasaka-sika yang kotor, atau upasaka-sika yang bejat, atau upasaka-sika yang ternoda, atau upasaka-sika yang terbelenggu.

2. Mencuri

Selaku upasaka-upasika yang menjalani sila, sekalipun demi mendukung kebahagiaan nyawa dan jasmani, juga tidak diperkenankan mencuri dan merampas harta milik orang lain, sekalipun dana sekecil apapun juga tidak diperkenankan. Apabila melanggar Sila Mencuri, orang demikian sudah kehilangan makna menaati Bodhisattva Sila, meskipun tekun bersadhana, tidak akan pula memperoleh keberhasilan tahap awal, apalagi sampai mencapai Sotopanna, terlebih-lebih Anagami. Orang demikian dinamakan upasaka-sika yang melanggar sila, juga dinamakan upasaka-sika yang kotor, bejat, ternoda, terbelenggu.

3. Berdusta

Selaku upasaka-upasika yang menjalani sila, sekalipun demi mendukung kebahagiaan nyawa dan jasmani, juga tidak diperkenankan berkata tidak jujur mendustai orang. Misalnya, “Saya telah mencapai tingkat Bodhisattva”, “Telah melampaui tiga alam dan memperoleh sidhi Arahat” dan sebagainya, hal semacam ini yang mana belum mencapai dikatakan mencapai telah merusak kedisiplinan sila. Orang demikian sudah kehilangan makna menaati Bodhisattva Sila, meskipun tekun bersadhana, tidak akan pula memperoleh keberhasilan tahap awal, apalagi sampai mencapai Sotopanna, terlebih-lebih Anagami. Orang demikian dinamakan upasaka-sika yang melanggar sila, juga dinamakan upasaka-sika yang kotor, bejat, ternoda, terbelenggu.

4. Berzinah

Selaku upasaka-upasika yang menjalani sila, sekalipun demi mendukung kebahagiaan nyawa dan jasmani, juga tidak diperkenankan melakukan hubungn intim dengan orang ketiga di luar pasangan suami istri (Apabila melakukan hubungn intim dengan istri sendiri yang sedang menjalani sila, saat lagi hamil tua, menyusui, atau pun melakukan hubungan suami istri dengan cara tidak wajar, juga termasuk berzinah), apabila melanggar Sila Berzinah, orang demikian sudah kehilangan makna menaati Bodhisattva Sila, meskipun tekun bersadhana, tidak akan pula memperoleh keberhasilan tahap awal, apalagi sampai mencapai Sotopanna, terlebih-lebih Anagami. Orang demikian dinamakan upasaka-sika yang melanggar sila, juga dinamakan upasaka-sika yang kotor, bejat, ternoda, terbelenggu.

5. Menjual Beli Miras

Selaku upasaka-upasika yang menjalani sila, sekalipun demi mendukung kebahagiaan nyawa dan jasmani, juga tidak diperkenankan melakukan transaksi jual-beli minuman keras atau sejenisnya (termasuk jenis barang yang dapat memabukkan pikiran manusia), apabila melanggar Sila Menjual-beli Miras, orang demikian sudah kehilangan makna menaati Bodhisattva Sila, meskipun tekun bersadhana, tidak akan pula memperoleh keberhasilan tahap awal, apalagi sampai mencapai Sotopanna, terlebih-lebih Anagami. Orang demikian dinamakan upasaka-sika yang melanggar sila, juga dinamakan upasaka-sika yang kotor, bejat, ternoda, terbelenggu.

6. Membicarakan Kesalahan Catur Parsadah

Selaku upasaka-upasika yang menjalani sila, sekalipun demi mendukung kebahagiaan nyawa dan jasmani, juga tidak diperkenankan menyebar-luaskan kesalahan para bhiksu dan bhiksuni, atau menyebar-luaskan kesalahan para upasaka dan upasika, apabila melanggar Sila Membicarakan Kesalahan Catur Parsadah (bhiksu, bhiksuni, upasaka, dan upasika), orang demikian sudah kehilangan makna menaati Bodhisattva Sila, meskipun tekun bersadhana, tidak akan pula memperoleh keberhasilan tahap awal, apalagi sampai mencapai Sotopanna, terlebih-lebih Anagami. Orang demikian dinamakan upasaka-sika yang melanggar sila, juga dinamakan upasaka-sika yang kotor, bejat, ternoda, terbelenggu.

DELAPAN BELAS PELANGGARAN UTAMA (PARAJJIKA) IKRAR BODHISATTVA

1. Memuji diri sendiri dan merendahkan orang lain.
2. Tidak memberi harta benda atau Dharma.
3. Menolak permintaan maaf seseorang.
4. Meninggalkan Mahayana.
5. Mengambil milik Triratna.
6. Meninggalkan Dharma.
7. Melepas jubah seseorang.
8. Melakukan lima perbuatan terburuk.
9. Berpandangan salah.
10. Menghancurkan desa atau kota.
11. Menjelaskan sunyata kepada mereka yang mungkin akan salah mengerti.
12. Menyebabkan orang lain meninggalkan Mahayana.
13. Menyebabkan orang lain meninggalkan Pratimoksha.
14. Merendahkan Hinayana.
15. Mengaku telah mencapai realisasi, misalnya sunyata.
16. Menerima sesuatu yang di curi dari Triratna.
17. Membuat peraturan yang menyusahkan.
18. Meninggalkan Bodhicitta.


EMPAT PULUH ENAM PELANGGARAN BIASA (SANGHADISESA) SILA BODHISATTVA

Tujuh pelanggaran yang berkaitan dengan Dana Paramita

1. Tidak melakukan persembahan kepada Hyang Triratna setiap hari.
2. Menuruti keinginan pikiran karena keterikatan.
3. Tidak menghormati mereka yang telah mengangkat ikrar Bodhisattva lebih dulu.
4. Tidak menjawab pertanyaan tulus orang lain.
5. Menolak undangan.
6. Menolak pemberian emas.
7. Tidak memberi Dharma kepada mereka yang menginginkannya.

Sembilan Pelanggaran yang berkaitan dengan Sila Paramita

8. Tidak membantu mereka yang melanggar ikrarnya.
9. Tidak berbuat sesuatu sehingga orang lain bangkit keyakinannya.
10. Hanya melakukan sedikit hal demi kebahagiaan makhluk lain.
11. Dengan belaskasih tidak melakukan perbuatan yang menyakiti.
12. Mencari ketenaran dan kekayaan dengan jalan yang salah.
13. Tertarik pada pertunjukan-pertunjukan.
14. Menganggap bahwa Bodhisattva tidak perlu meninggalkan samsara.
15. Tidak menghindari sebab nama buruk.
16. Tidak membantu orang lain menghindari ketidak bajikan.

Empat pelanggaran yang berkaitan dengan KshantiParamita

17. Membalas mencaci atau menyakiti.
18. Mengabaikan mereka yang marah.
19. Menolak permintaan maaf orang lain.
20. Menuruti serta tidak mengendalikan kemarahan kita. 


Tiga pelanggaran yang berkaitan dengan Virya Paramita

21. Mencari murid karena menginginkan keuntungan dan penghormatan
22. Tidak berusaha mengatasi kemarahan.
23. Tidak meninggalkan pembicaraan yang tak berguna karena keterikatan.

Tiga pelanggaran yang berkaitan dengan Dhyana Paramita

24. Mengabaikan latihan samatha.
25. Tidak berusaha mengatasi rintangan samatha.
26. Hanyut dalam kenikmatan samadhi.

Delapan pelanggaran yang berkaitan dengan Prajna Paramita

27. Meninggalkan Sravakayana.
28. Mempelajari Sravakayana mengorbankan Mahayana.
29. Mempelajari ajaran bukan Dharma dengan mengorbankan Mahayana.
30. Menyenangi ajaran bukan Dharma.
31. Mencela ajaran Mahayana.
32. Memuji diri sendiri dan meremehkan orang lain.
33. Tidak menghadiri acara pembabaran Dharma.
34. Lebih bergantung pada buku dari pada Guru atau mengabaikan Guru.

Dua belas pelanggaran yang berkaitan dengan ikrar melakukan kebajikan demi semua makhluk

35. Tidak memberi pertolongan kepada yang membutuhkan.
36. Menolak menolong orang yang sakit.
37. Tidak berusaha mengatasi penderitaan orang lain.
38. Tidak mengajarkan ajaran yang sesuai dengan pendengarnya.
39. Tidak membalas kebajikan mereka yang telah berbuat baik kepada kita.
40. Memperberat perasaan sedih orang lain.
41. Tidak memberikan bantuan materi kepada mereka yang menginginkannya.
42. Tidak memperlakukan secara khusus pada para siswa.
43. Tidak melakukan yang di inginkan orang lain.
44. Tidak memuji kebajikan orang lain.
45. Tidak berbuat sesuatu pada saat di butuhkan.
46. Tidak menggunakan abhijnana.

sumber : http://www.kaskus.us/showthread.php?t=9540578

Tidak ada komentar:

Posting Komentar